Bisnis.com, JAKARTA – Kiprah pesantren di Indonesia tidak perlu diragukan. Sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia, pesantren telah memiliki kontribusi besar bagi negeri ini. Salah satu wujudnya dengan banyaknya tokoh berlatarbelakang pendidikan pesantren menjadi pemimpin besar di Indonesia.
Mulai dari Presiden RI KH Abdurrahman Wahid, Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, hingga menteri dan kepala daerah yang pernah menjadi santri pesantren.
“Ini sesungguhnya memberikan fakta bahwa pesantren adalah tempat yang aman, layak, dan tepat untuk pengembangan anak bangsa,” ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Islam M. Ali Ramdhani, dikutip dari keterangan resminya, Kamis (3/2/2022).
Namun, eksistensi pesantren belakangan sedikit terganggu akibat adanya isu kekerasan seksual dan terorisme yang muncul dan menyeret pesantren. Hal ini kerap menjadi kekhawatiran bagi sebagian orang tua yang ingin menitipkan anaknya dalam pengasuhan pendidikan pesantren.
Ia menuturkan, kekhawatiran semacam ini tidak perlu muncul jika orang tua memahami bagaimana sesungguhnya pesantren.
“Saya ingin mengingatkan bagi seluruh anak bangsa, terutata kepada seluruh orang tua yang hari ini ingin menitipkan anaknya dalam proses pendidikan pondok pesantren perlu melihat apakah lembaga yang menyebut dirinya pesantren memiliki arkanul ma’had [rukun pesantren],” tutur Dhani.
Menurutnya, ada sejumlah hal yang masuk menjadi arkanul ma’had, berikut ini rinciannya:
1. Kiai yang menjadi figur teladan
Menurutnya, pesantren harus memiliki kiai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri.
“Lihat sanad keilmuannya. Sanad keilmuannya jelas, ada kiainya. Jangan menitipkan ke pesantren yang gurunya hanya satu tunggal,” pesan Dhani.
2. Fasilitas yang Memadai
Rukun selanjutnya yang harus terpenuhi adalah adanya santri mukim, adanya pondok atau asrama, ada fasilitas masjid atau musalla, serta kajian kitab kuning.
“Jadi perhatikan, sanad keilmuannya, ada kiainya, memiliki fasilitas yang baik, dan ada pembelajaran kitab kuning,” tegas Dhani.
3. Pesantren bersifat inklusif
“Dan tentu saja pesantren bersifat inklusif. Orang tua boleh nengok, masyarakat boleh lihat. Dengan demikian saya bisa mengatakan pesantren aman dan layak menjadi tempat orang tua menitipkan pendidikan anak,” tutupnya.