Bisnis.com, JAKARTA - Polisi langsung menahan tersangka kasus ujaran kebencian 'jin buang anak', Edy Mulyadi.
Edy ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka pada Senin (31/1/2022). Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan Edy ditahan selama 20 hari kedepan.
"Alasan subjektif karena dikhwatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya. Sedangkan alasan objektif ancaman yang diterapkan kepada tersangka di atas 5 tahun," kata Ramadhan, Senin (31/1/2022).
Ramadhan mengatakan dalam menetapkan Edy sebagai tersangka setalah memeriksa 55 orang saksi terdiri dari 37 saksi dan 18 ahli serta memerhatikan sejumlah alat bukti. Penyidik pun melakukan gelar perkara setelah memeriksa Edy.
"Hasil dari gelar perkara penyidik menetapkan status dari saksi menjadi tersangka," kata Ramadhan.
Edy disangkakan melanggar Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 Ayat 2 UU ITE Jo Pasal 14 ayat 1 ayat 2 Pasal 15 UU No.1 UU 1946 Jo Pasal 156 KUHP dengan ancaman 10 tahun penjara.
Sebelumnya, Edy Mulyadi telah memenuhi panggilan polisi terkait kasus ujaran 'jin buang anak' pada Senin (31/1/2022).
Dalam memenuhi panggilan polisi, Edy mengaku sudah bersiap membawa pakaian. Pasalnya, klaim Edy, dirinya sudah dibidik.
"Persiapan saya bawa ini saya bawa pakaian dan karena saya sadar betul karena teman-teman saya yang luar biasa ini sadar betul bahwa saya dibidik," kata Edy, Senin (31/1/2022).
Edy mengklaim dirinya dibidik bukan karena ujaran 'jin buang anak'. Menurutnya, dia dibidik karena dirinya terkenal kritis.
"Saya dibidik karena saya terkenal kritis. saya mengkritisi RUU Omnibuslaw. saya mengkritisi RUU minerba dan saya mengkritisi revisi UU KPK. Itu jadi saya bahan inceran karena podcast saya sebagai orang FNN dianggap mengganggu kepentingan para oligarki," klaim Edy.
Diketahui, nama Edy Mulyadi sedang ramai diperbincangkan. Hal ini karena ucapannya dinilai menghina Kalimantan dan juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Edy menyebut IKN Nusantara di Kalimantan adalah tempat 'jin buang anak'. Hal tersebut pun menyulut emosi khususnya warga Kalimantan yang tidak terima tanahnya disebut dengan tidak pantas dan cenderung mengarah pada isu SARA.