Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah anggota Komisi III DPR terlihat memantau sidang lanjutan dugaan korupsi mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Sidang kasus Azis Syamsuddin hari ini mengagendakan pembacaan pledoi atas tuntutan jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Salah satu politisi PDIP beri dukungan kepada Azis.
Berdasarkan jadwal, Komisi III DPR mengadakan kunjungan kerja ke PN Jakpus. Akan tetapi terlihat Masinton Pasaribu yang merupakan anggota Komisi XI DPR.
“Say hello. Namanya teman lagi menghadapi proses hukum, kita dukung. Semoga diberi kesehatan dan kekuatan,” katanya saat ditanya tujuan memantau sidang Azis, Senin (31/1/2022).
Masinton dan Azis diketahui pernah kerja bareng di DPR. Pada periode 2014-2019, Masinton adalah anggota Komisi III. Sementara Azis merupakan pimpinan di bidang hukum tersebut.
Pada pantauannya di sidang Azis, Masinton menegaskan bahwa kedatangannya tidak akan mencampuri dan mengganggu independensi hakim.
Baca Juga
“Kita junjung tinggi supremasi hukum dan kita datang mendukung sebagai teman. Kasih dukungan morel, apalagi di masa pandemi,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan bahwa kunjungan ini dipastikan tidak ada sangkut paut dengan perkara Azis. Memang waktunya saja yang kebetulan pas.
Arsul memastikan bahwa semua jadwal yang ada di Komisi III sudah disepakati jauh-jauh hari. Bukan hanya agenda ini saja, rapat kerja atau semacamnya juga berlaku serupa.
“Kadang-kadang ada faktor-faktor-faktor kebetulan. Kebetulan itulah yang tidak bisa dihindarkan,” jelasnya.
Hari ini, Azis bakal membacakan pledoi atas tuntutan jaksa penuntut umum KPK terkait kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi dana alokasi khusus Lampung Tengah.
Sebelumnya, Jaksa KPK Lie Putra mengatakan bahwa Azis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dia menyuap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan pencara bernama Maskur Husain dengan total Rp3,6 miliar.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Azis Syamsuddin selama empat tahun dua bulan serta pidana denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan,” katanya saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022).
Bukan hanya itu, KPK juga memberikan tambahan hukuman kepada Azis. Hak politik politisi Partai Golkar ini juga dicabut selama lima tahun.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok,” jelas Alvin.
Setidaknya ada beberapa hal yang membuat Azis dituntut demikian. Alvin menuturkan bahwa hal yang meringankan adalah Azis belum pernah dituntut sebelumnya.
Sedangkan yang memberatkan adalah perbuatan Azis tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
“Perbuatan terdakwa merusak citra dan kepercayaan masyarakat pada DPR. Terdakwa tidak mengakui kesalahannya. Terdakwa berbelit-belit,” ucapnya.
Azis didakwa memberikan suap sekitar Rp3,6 miliar ke mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain.
“Terdakwa telah memberi uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp3.099.887.000 dan US$36.000 [Rp520 juta] atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK dan Maskur Husain,” kata Jaksa KPK Lie Putra saat membaca dakwaan, Senin (6/12/2021).
Lie menjelaskan bahwa suap tersebut agar Robin dan Maskur membantu mengurus kasus yang melibatkan terdakwa dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Perbuatan Azis merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Azis juga didakwa memberi duit dengan total Rp3,6 miliar tersebut kepada Stepanus dan Maskur sebagai hadiah atau janji atas jabatan atau kedudukan mereka.
“Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” jelas Lie.