Bisnis.com, JAKARTA-- Pengusutan perkara korupsi pengadaan proyek satelit di Kementerian Pertahanan (Kemhan) terjadi menyusul adanya risiko kerugian negara senilai ratusan miliar dalam proyek tersebut.
Risiko tersebut terjadi menyusul adanya putusan dari pengadilan Arbitrase Internasional di Singapura.
Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakini bahwa penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi satelit bisa menggugurkan putusan pada Pengadilan Arbitrase Internasional.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda] Pidana Khusus Kejagung, Supardi mengemukakan jika Kejagung dapat membuktikan perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut, maka hal itu bisa dibawa ke Pengadilan Arbitrase Internasional bahwa telah terjadi fraud.
Artinya, kata Supardi, Indonesia tidak kekurangan bayar terhadap Avianti Communication Limited (LCIA), namun telah terjadi fraud sehingga proses pembayaran tidak berjalan sempurna.
"Setidaknya, kita bisa melawan putusan arbitrase itu ya. Setidaknya dengan adanya fraud, bisa kita sampaikan ke pengadilan arbitrase sana," tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Kamis (20/1/2022).
Baca Juga
Sayangnya, Supardi belum dapat menjelaskan rinci mengenai mekanisme Indonesia untuk melawan putusan Pengadilan Arbitrase Internasional itu.
"Nantilah, pokoknya bisa ke arah sana," katanya.
Supardi optimistis bahwa tim penyidik Kejagung dapat membuktikan ada dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur Kementerian Pertahanan.
"Sepanjang itu memenuhi kualifikasi unsur delik korupsi dalam konteks pasal 2 aau 3 merugikan keuangan negara kami tetap lanjut lah," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan RI tengah digugat oleh LCIA dan diminta membayar Rp515 miliar atas tuduhan kekurangan bayar dalam pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur di Pengadilan Arbitrase London.
Tuntutan Rp515 miliar itu diajukan LCIA kepada Kementerian Pertahanan karena Kementerian Pertahanan belum bayar sewa satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit.