Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Mafia Tanah, Kejati DKI Amankan Puluhan Dokumen dari Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyita puluhan dokumen fisik dan elektronik setelah tim penyidik menggeledah Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyita puluhan dokumen fisik dan elektronik setelah tim penyidik menggeledah Kantor Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Abdul Qohar menyebut bahwa penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari sekaligus mengumpulkan alat bukti terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pembebasan lahan di Kecamatan Cipayung, Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun anggaran 2018.

Menurut Qohar, perkara mafia tanah tersebut telah dinaikan dari penyelidikan ke penyidikan, meskipun belum diikuti dengan penetapan tersangka.

"Jadi untuk penggeledahan dan penyitaan itu guna kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun 2018," tuturnya di Jakarta, Kamis (20/1/2022).

Qohar menjelaskan posisi perkara mafia tanah itu berawal ketika Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta menggelontorkan anggaran sebesar Rp326 miliar lebih untuk pembebasan lahan di Kecamatan Cipayung yang kini telah  dibangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). 

"Sesuai fakta penyidikan, pada tahun 2018, Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta memiliki anggaran untuk Belanja Modal Tanah sebesar Rp 326.972.478.000 yang bersumber dari APBD Provinsi DKI Jakarta," kata Qohar. 

Anggaran ratusan miliar tersebut bertujuan untuk kegiatan pembebasan tanah taman hutan, makam dan RPTRA di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. 

"Dalam pelaksanaannya, diduga ada kemahalan harga yang dibayarkan sehingga merugikan Negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang lebih sebesar Rp26.719.343.153," tuturnya. 

Kemahalan harga itu, menurut Qohar, disebabkan dalam menentukan harga pasar tidak berdasarkan harga dari aset identik atau sejenisnya yang telah ditawarkan untuk dijual oleh pemilik lahan kepada Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Propinsi DKI Jakarta. 

"Sebagaimana diatur dalam Metode Perbandingan Data Pasar berdasarkan Standar Penilai Indonesia 106 (SPI 106)," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper