Bisnis.com, JAKARTA – Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, bahwa lembaganya telah memeriksa tersangka Dodi Reza Alex Noerdin terkait dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin. Dia dicecar terkait uang tunai saat operasi tangkap tangan (OTT).
“Dilakukan pendalaman keterangan antara lain terkait dengan uang tunai sejumlah Rp1,5 miliar yang diduga dibawa oleh tersangka saat dilakukan tangkap tangan. Dikonfirmasi juga mengenai asal usul uang tersebut,” katanya, Selasa (11/1/2022).
KPK masih terus mendalami dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Musi Banyuasin yang menjerat Bupati Musi Banyasin Dodi Reza Alex Noerdin.
Lembaga antirasuah membuka peluang untuk mengembangkan kasus ini ke kasus korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan Dan Energi (PD PDE) Provinsi Sumatera Selatan yang menjerat Ayah Dodi, Alex Noerdin.
“Nanti kalau ada kaitannya dengan perkara yang menyentuh Alex Noerdin, tentu nanti kami akan koordinasikan dengan pihak Jampidsus, Kejaksaan Agung,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dikutip Rabu (27/10/2021).
Alex menjelaskan, adanya dugaan keterlibatan Alex Noerdin lantaran Dodi membawa uang Rp1,5 miliar di Jakarta.
Baca Juga
“Nah itu yang kita dalami, uang itu apa, dari mana untuk apa, kan seperti itu,” ujar Alex.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah, Dodi, Kadis PUPR Musi Banyuasin Herman Mayori, pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPR Musi Banyuasin Eddi Umari, dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy.
Sebagai penerima, Dodi, Herman, dan Eddi dijerat Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 tentang Tipikor Jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, sebagai pemberi suap, Suhandy dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.