Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyarankan agar pegawai negeri sipil (PNS) direstrukturisasi. Setelah itu, gajinya bisa dinaikkan tiga sampai empat kali lipat agar tak korupsi.
Susi mengatakan bahwa terkait restrukturasi, industri perbankan sudah melakukannya. Tiap departemen bisa memotong 30 persen pegawainya dalam dua tahun.
Pola tersebut dilakukan bertahap hingga pada ujungnya hanya merekrut 10 persen untuk mereka yang cerdas. Tahun ketiga tetap lakukan hal yang sama.
“Dalam enam tahun, PNS ada sisa 40 persen jumlah PNS dan 30 persen yang hebat,” katanya melalui Twitter, Senin (22/11/2021).
Susi menjelaskan, bahwa kualitas sumber daya manusia PNS dengan jumlah 40 persen dari total saat ini sudah lebih dari cukup. Setelah itu, beri mereka gaji yang cukup dan pantas sebagai apresiasi atas kualitas mereka.
“Dengan jumlah 40 persen dari sekarang, bisa diberikan gaji tiga sampai dengan empat kalinya supaya tidak korupsi,” jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan bahwa selama KPK berdiri, setidaknya ada 155 kepala daerah dari 514 kabupaten/kota yang terjerat kasus korupsi. Dari 155, sudah 27 gubernur atau wakil gubernur dari 34 provinsi bermasalah.
Hal tersebut belum yang digabung dengan penangkapan pejabat dari pemerintah pusat, menteri, hakim, hingga kepala dinas. Diringkus KPK seratus orang, tapi yang mau menggantikannya ribuan.
“Karena terproduksi oleh lembaga pendidikan yang mengorientasikan kehidupan ilmunya kepada uang. Ini tujuan kami datang ke sini, menjelaskan bahaya korupsi,” katanya pada sambutan kuliah umum antikorupsi di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya secara daring dan luring, Selasa (16/11/2021).
Ghufron menjelaskan, bahwa perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai pencetak generasi bangsa yang memiliki andil dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, 86 persen koruptor adalah alumni perguruan tinggi karena rata-rata menduduki jabatan penting.
“Bahkan paling banyak bergelar master. Baru nomor dua sarjana, karena sekarang untuk naik jabatan mensyaratkan pendidikan, kebanyakan master,” jelasnya.
Padahal, tujuan sekolah adalah untuk meningkatkan intelegensi, pengetahuan, dan keterampilan. Akan tetapi hanya pengetahuan dan keahlian yang dievaluasi hasilnya.
Sementara, komitmen dan hati tidak terukur. Hal ini membuat pendidikan tinggi di Indonesia orientasinya untuk mengantarkan para generasi bangsa mencari pekerjaan.
“Dan seakan-akan lembaga pendidikan tinggi orientasinya hanya uang,” ucapnya.