Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan saksi atas kasus rasuah pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim tahun 2019.
“Pemeriksaan dilakukan di Rumah Tahanan Klas I Palembang, atas nama Aries HB mantan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim dan Ahmad Yani mantan Bupati Muara Enim,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (17/11/2021).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 anggota DPRD Muara Enim sebagai tersangka karena diduga menerima suap dengan total Rp 5,6 miliar untuk keperluan pemilihan calon anggota legislatif pada 2019.
Ini terkait penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD di Kabupaten Muara Enim tahun 2019.
Sepuluh tersangka tersebut adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Ari Yoca Setiadi, Ahmad Reo Kosuma, Marsito, Mardiansah, Muhardi, Fitrianzah, Subahan dan Piardi.
KPK juga telah menetapkan enam tersangka sebelumnya. Salah satunya adalah Bupati nonaktif Muara Enim Juarsah yang perkaranya masih tahap persidangan.
Sedangkan lima lainnya telah berkekuatan hukum tetap. Semuanya yaitu mantan bupati Muara Enim Ahmad Yani, Robi Okta Fahlevi (swasta), Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK Dinas PUPR Muara Enim Elfin MZ Muchtar, Ketua DPRD Muara Enim Aries HB, serta Plt Kepala Dinas PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi.
Kasus ini bermula pada Agustus 2019. Robi Okta Fahlevi bersama Elfin MZ Muhtar menemui Ahmad Yani yang saat itu menjabat Bupati Muara Enim.
Pertemuan dilakukan perusahaan milik Robi Okta untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.
Dalam pertemuan tersebut, Ahmad Yani meminta agar berkoordinasi langsung dengan Elfin MZ Muchtar. Dia juga menyinggung soal pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek bersih untuk para pihak yang ada di Pemerintah dan anggota DPRD Muara Enim periode 2014-2019.
Setelah Robi Okta mendapatkan beberapa proyek dengan nilai kontrak Rp129 miliar, dilakukan pembagian komitmen jatah dengan jumlah bervariasi yang diserahkan melalui Elfin MZ Muhtar.
Ahmad Yani menerima sekitar Rp1,8 miliar, Juarsah Rp2,8 Miliar, dan untuk para tersangka lainnya Rp5,6 miliar
Atas perbuatannya, 10 tersangka itu disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.