Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan untuk menolak semua gugatan yang dilayangkan Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas keterbukaan informasi alih status pegawai. Putusan disambut baik lembaga antirasuah tersebut.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, bahwa instansinya mengapresiasi putusan mejelis komisioner KIP yang telah secara objektif mempertimbangkan berbagai keterangan, data, dan informasi terkait penyelesaian sengketa.
“Putusan ini kembali menegaskan bahwa KPK telah menaati aturan dan prosedur dalam proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN,” katanya kepada wartawan, Selasa (2/11/2021).
Ali menjelaskan, bahwa dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK), kedudukan KPK sebagai objek sehingga hanya berkewajiban menyediakan data pegawai yang akan mengikuti asesmen.
“Kemudian terkait penyusunan dokumen soal dan panduan wawancara sebagaimana diminta oleh Pemohon adalah kewenangan BKN [Badan Kepegawaian Negara],” ujarnya.
Hal tersebut, ujar Ali, tentunya agar tidak menimbulkan konflik kepentingan bagi pegawai KPK yang mengikuti TWK.
Baca Juga
KPK hanya menerima hasil asesemen TWK yang kemudian digunakan sebagai tindak lanjut proses pengalihan pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara.
“BKN telah menginformasikan bahwa dokumen soal dan panduan wawancara bersifat rahasia sehingga dokumen tersebut juga tidak diberikan kepada KPK,” ucapnya.
Oleh karena itu, Ali mengatakan bahwa KPK memang tidak menyimpan maupun memegang dokumen yang diminta FOINI sebagai pemohon. Dia pun berterima kasih kepada seluruh instansi yang telah bekerja sama mengadakan proses alih status pegawai KPK secara tuntas.
“KPK juga berterima kasih kepada publik yang terus mengawal proses ini sebagai wujud kecintaannya kepada KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia,” katanya.
Setidaknya, ada empat pertimbangan majelis hakim KIP menolak keseluruhan gugatan FOINI. Pertama, informasi yang menjadi sengketa berkaitan dengan proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN yang dilaksanakan berdasarkan UU 19/2017, PP 41/2020, Perkom 1/2021.
Kedua, Pasal 5 ayat 4 Perkom 1/2021 diatur selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana ayat 3, untuk memenuhi syarat ayat 2 huruf b dilaksanakan asesmen TWK oleh KPK bekerja sama dengan BKN.
Pertimbangan selanjutnya, diperoleh fakta yuridis dari poin kedua bahwa proses peralihan status pegawai KPK jadi ASN tidak hanya dilaksanakan oleh KPK, melainkan juga oleh BKN.
Berdasarkan fakta yang diperoleh di persidangan yang tidak dibantah oleh pemohon bahwa penyelenggaraan asesmen sebagaimana dalil termohon dalam kesimpulannya TWK dilaksanakan oleh BKN.
“BKN sebagai institusi yang berwenang untuk mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan norma standar prosedur dan kriteria manajemen ASN terkait dengan teknis pelaksanaan asesmen TWK, KPK menyerahkan sepenuhnya kepada BKN untuk mengatur teknis pelaksanaan, sumber daya pelaksana, maupun metode evaluasi asesmen TWK tersebut sesuai dengan tupoksi BKN,” papar Gede.
Keempat, majelis berpendapat sesuai denngan fakta yang diperoleh di dalam persidangan tertutup dan fakta yang diperoleh dalam persidangan, termohon dalam pelaksanaan asesmen TWK hanya menerima hasil asesmen TWK.
Hasil tersebut kemudian digunakan sebagai proses peralihan pegawai KPK jadi ASN sehingga informasi yang menjadi pokok permohonan dalam sengketa a quo tidak dalam penguasaan termohon.
“Majelis komisioner berkesimpulan. Pertama, KIP berwenang memeriksa dan memutus permohonan a quo. Kedua, pemohon memiliki kedudukan hukum. Ketiga, termohon memiliki kedudukan hukum. Keempat, batas waktu pengajuan sengketa informasi publik terpenuhi,” kata Ketua majelis Gede Narayana dikutip dari amar putusan.
Dalam gugatan, pihak pemohon adalah FOINI. Mereka mempermasalahkan keterbukaan informasi hasil TWK KPK. Sedangkan yang menjadi termohon adalah KPK.