Bisnis.com, JAKARTA - Partai pemimpin agama muslim Syiah, Muqtada al-Sadr akan menjadi pemenang terbesar dalam pemilu parlemen Irak, sehingga meningkatkan jumlah kursi yang dikuasai, menurut penghitungan suara awal, menurut pernyataan pejabat dan juru bicara Gerakan Sadrist.
Sedangkan, mantan Perdana Menteri Nouri al-Maliki tampaknya akan meraih kemenangan terbesar berikutnya di antara partai-partai Syiah sebagaimana dikutip Aljazeera.com, Selasa (12/10/2021).
Penghitungan suara berlangsung di Irak setelah rekor partisipasi yang rendah. Salah satu penyebabnya, karena pasukan Irak menangkap anggota senior ISIS Sami Jasim.
Kelompok Syiah Irak telah mendominasi pemerintahan dan pembentukan pemerintah sejak invasi pimpinan AS tahun 2003 yang menggulingkan pemimpin Sunni, Saddam Hussein. Akibatnya, kondisi itu telah melambungkan mayoritas Syiah dan Kurdi ke tampuk kekuasaan.
Pemilihan umum pada Minggu (10/10/2021) diadakan beberapa bulan lebih awal, sebagai tanggapan atas protes massa pada tahun 2019 yang menggulingkan pemerintah dan menunjukkan kemarahan yang meluas terhadap para pemimpin politik.
Para pemimpin politik itu dituduh telah memperkaya diri mereka sendiri dengan mengorbankan negara.
Tetapi, rekor jumlah pemilih yang rendah sebesar 41 persen menunjukkan bahwa pemilihan yang disebut sebagai kesempatan untuk merebut kendali dari elit penguasa, tidak akan banyak membantu untuk menggulingkan partai-partai agama sektarian yang berkuasa sejak 2003.
Penghitungan berdasarkan hasil awal dari beberapa provinsi Irak ditambah ibukota, menunjukkan al-Sadr telah memenangkan lebih dari 70 kursi.
Jika dikonfirmasi angka itu dapat memberinya pengaruh yang cukup besar dalam membentuk pemerintahan.
Juru bicara kantor al-Sadr mengatakan jumlahnya 73 kursi. Outlet berita lokal juga menerbitkan angka yang sama.
Seorang pejabat di komisi pemilihan umum Irak mengatakan al-Sadr berada di posisi pertama tetapi tidak segera mengonfirmasi berapa banyak kursi yang telah dimenangkan partainya.
Hasil awal juga menunjukkan bahwa kandidat pro-reformasi yang muncul dari aksi protes pada 2019, telah memperoleh beberapa kursi di parlemen yang beranggotakan 329 orang.
Partai-partai yang didukung Iran dan memiliki hubungan dengan milisi yang dituduh telah membunuh beberapa dari hampir 600 orang pelaku aksi protes, mendapat pukulan karena memenangkan lebih sedikit kursi daripada dalam pemilihan umum terakhir pada 2018, menurut hasil awal penghitungan dan pejabat lokal.
Al-Sadr telah meningkatkan kekuasaannya atas Irak sejak menang dalam pemilihan 2018 di mana koalisinya memenangkan 54 kursi.
Pemimpin agama populis yang tak terduga itu telah menjadi tokoh dominan dan sering menjadi tokoh utama dalam politik Irak sejak invasi AS.
Dia menentang semua campur tangan asing di Irak, baik oleh Amerika Serikat atau oleh negara tetangga Iran yang dia kritik karena keterlibatannya yang dekat dalam politik Irak.