Bisnis.com, JAKARTA- Sebanyak 52 pesawat tempur China kembali melakukan penerbangan ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan kemarin. Jumlah ini terbanyak sejak negara pulau itu melaporkan secara terbuka kegiatan tersebut tahun lalu.
Rekor sebelumnya tercatat pada Sabtu ketika 39 pesawat militer China terbang ke zona tersebut. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan 52 pesawat China termasuk 34 jet tempur J-16, 12 pembom H-6, dua pesawat tempur SU-30, dua pesawat perang anti kapal selam Y-8, dua pesawat peringatan dini udara KJ-500 serta satu pesawat kendali.
Sebuah peta yang dirilis oleh kementerian itu menunjukkan 52 pesawat berada di bagian barat daya wilayah pertahanan (ADIZ) Taiwan yang ekstrem. Sebagai tanggapan, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan peringatan radio telah dikeluarkan dan sistem rudal pertahanan udara dikerahkan untuk memantau aktivitas tersebut sebagaimana dikutip CNN.com, Selasa (5/10/2021).
Dalam peringatan radio, angkatan udara Taiwan terdengar memerintahkan pesawat untuk "berbalik dan segera pergi" saat mereka memasuki ADIZ. Semua 52 penerbangan dilakukan pada siang hari kemarin.
Penerbangan itu memang itu tidak melanggar wilayah udara kedaulatan Taiwan yang membentang 12 mil laut dari pantainya. Badan Penerbangan Federal AS mendefinisikan ADIZ sebagai "daerah yang ditunjuk dari wilayah udara di atas tanah atau air di mana suatu negara memerlukan identifikasi langsung. Wilayah itu merupakan lokasi kontrol lalu lintas udara pesawat untuk kepentingan keamanan nasional negara itu.
Taiwan sebelumnya berencana untuk menghabiskan US$1,4 miliar untuk membeli jet tempur baru di tengah meningkatnya aktivitas militer China.
Sejak awal Oktober, Taiwan telah melaporkan 145 penerbangan oleh pesawat tempur China ke ADIZ, menurut statistik dari Kementerian Pertahanan Taiwan menunjukkan.
Departemen Luar Negeri AS sebelumnya menyuarakan keprihatinan atas kegiatan militer China di dekat Taiwan pada hari Senin.
"Amerika Serikat sangat prihatin dengan aktivitas militer provokatif Republik Rakyat China di dekat Taiwan yang berisiko salah perhitungan dan merusak perdamaian serta stabilitas regional.
Kami mendesak Beijing untuk menghentikan tekanan militer, diplomatik, dan ekonominya terhadap Taiwan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China menanggapi pernyataan AS dengan mengkritik apa yang digambarkannya sebagai "pernyataan yang tidak bertanggung jawab."