Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Film Berharap Besar kepada Penurunan Level PPKM

Seiring tren penurunan level PPKM di sejumlah daerah, para pelaku industri film menjaga harapan agar perekonomian segera membaik.
Pengunjung berbincang saat akan menonton film di salah satu bioskop di Jakarta, Rabu (21/10/2020)./Antara
Pengunjung berbincang saat akan menonton film di salah satu bioskop di Jakarta, Rabu (21/10/2020)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Penurunan level PPKM di sejumlah daerah di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2021, menjadi pelipur lara bagi PT Nusantara Sejahtera Raya. Perusahaan yang mengelola jaringan bioskop Cinema XXI itu mulai melakukan pembukaan bertahap di berbagai kota.

Terhitung hingga pekan lalu, tak kurang dari 90 persen titik bioskop XXI telah beroperasi kembali.

Saat ini, Cinemax memiliki total 1.205 layar yang tersebar di 223 lokasi pemutaran bioskop. Jaringan bioskop tersebut tersebar ke 69 kota di dalam negeri.

Harapan juga kembali mengiringi perusahaan pengelola bioskop CGV, PT Graha Layar Prima Tbk. (BLTZ). Sejauh ini, manajemen BLTZ telah membuka kembali sebagian besar layar-layar yang mereka punya.

“Sudah ada 48 bioskop CGV yang telah dibuka kembali. Perseroan telah menyiapkan sejumlah protokol kesehatan sesuai dengan panduan Kementerian Kesehatan dan peraturan daerah setempat,” ujar Direktur BLTZ Deoksu Yeo dalam keterbukaan informasi publik Rabu (22/9/2021).

Sebenarnya, pembukaan ini tidak serta merta membuat perusahaan-perusahaan pengelola bioskop kembali menuju keadaan normal. Pasalnya, jumlah pengunjung masih dibatasi maksimal 50 persen.

Itu pun tidak mesti terisi penuh. Dalam praktiknya, masih banyak para penikmat sinema di Indonesia yang belum berani menyaksikan film secara langsung di bioskop.

Namun, sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali. Setidaknya secara bertahap, Deoksu optimistis tren pemulihan pandemi Covid-19 akan membuat perusahaannya bisa meraup untung lagi.

“Perseroan berharap pembukaan kembali bioskop bisa menggairahkan kembali aktivitas rumah produksi dalam memproduksi dan merilis film, memulihkan ekonomi kreatif, membuka kembali peluang lapangan kerja, dan membuat masyarakat bisa kembali menonton [film] dengan aman dan nyaman,” sambung Deoksu.

Penutupan bioskop memang membuat keuangan PT Graha Layar Prima Tbk. babak belur. Sepanjang semester I/2021, BLTZ hanya mampu meraup pendapatan Rp98,17 miliar, susut 58,01 persen dari perolehan Rp233,83 miliar secara year on year (yoy).

Bila dibandingkan kondisi prapandemi, penurunan pendapatan perseroan bahkan bisa menyentuh kisaran 85,61 persen, mengingat pada semester I/2019 BLTZ tercatat mampu meraup pemasukan Rp682,23 miliar.

Sepanjang Januari-Juni 2021, perusahaan bahkan membukukan kerugian yang dapat diatribusikan kepada entitas induk Rp168,04 miliar. Ini merupakan kali kedua beruntun perseroan membukukan kerugian paruh tahun. Dan, bila kondisi tak banyak berubah, besar kemungkinan perseroan masih akan membukukan kerugian tahunan layaknya pada 2020.

Namun demikian, seperti kata Deoksu, BLTZ dan jaringan bioskop bukan satu-satunya pihak yang terseok-seok akibat di tengah pandemi. Kondisi serupa juga mengiringi perusahaan-perusahaan rumah produksi film.

Bedanya, sebagian dari rumah-rumah produksi tersebut masih bisa melakukan adaptasi dengan menjual lisensi produk-produk filmnya ke platform-platform video on demand (VoD).

PT MD Pictures Tbk. (FILM) salah satunya. Perusahaan rumah produksi terbesar di Indonesia ini masih mampu membukukan laba Rp35,97 miliar sepanjang semester I/2021. Perseroan telah mampu bangkit dari kondisi rugi Rp33,62 miliar yang mereka alami pada paruh pertama tahun lalu.

Namun, tidak semua rumah produksi seberuntung MD Pictures. Tak sedikit rumah produksi kecil yang pada akhirnya gulung tikar karena kesulitan memproduksi konten-konten baru di tengah pembatasan sosial.

Hal itu turut diakui Plt Dinad Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Gumilar Ekalaya.

Disparekraf menyatakan bahwa mereka terus berupaya memberikan dukungan maksimal bagi dunia perfilman, khususnya di kawasan ibu kota. Terakhir, belum lama ini Disparekraf menginisiasi festival film Jakarta Film Week sebagai ruang promosi agar karya-karya sineas kecil mendapat lebih banyak apresiasi.

“Ini juga menjadi bagian dari upaya bersama membangun kembali sinema Indonesia serta yang tidak kalah pentingnya tujuan dari Jakarta film ini adalah sebagai bagian dari upaya untuk membantu para produser produser lokal," kata Gumilar dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis Rabu (22/9).

Kini, dengan semakin menurunnya level pembatasan sosial dan mulai direlaksasinya prosedur aktivitas produksi film, Gumilar berharap industri perfilman khususnya di dalam negeri bisa bangkit lagi.

Harapan serupa datang dari pengamat film Yan Widjaya. Sepanjang tren PPKM akibat pandemi Covid-19, Yan tidak memungkiri bahwa jumlah sineas yang masih bertahan untuk berkarya terus menerus berkurang.

Data Karyawan Film dan Televisi, kata Yan, menyebutkan individu yang berprofesi sebagai sutradara di Indonesia ada 320 orang, sebagian besar membuat sinetron dan film televisi (FTV). Sementara perkumpulan sutradara Indonesian Film Directors Club sekarang memiliki anggota 52 orang sutradara.

Berdasarkan pengamatan yang ia lakukan, Yan Widjaya mengatakan bahwa sebelum pandemi, ada 50 sutradara yang aktif membuat film setidaknya satu judul dalam satu tahun. Namun, saat ini jumlahnya telah menurun menjadi sekitar 30 sutradara saja.

“Terjadi penurunan drastis jumlah produksi film selama pandemi, dihitung hanya 30 nama yang aktif dan lima nama over-produktif,” kata Yan, dikutip dari Antara Selasa (7/9/2021).

Ketua Tim Pakar Satgas Covid-19 BNPB Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa pemerintah memiliki harapan yang sama. Itulah sebabnya belakangan aktivitas menonton film di bioskop diperbolehkan berlangsung pada daerah PPKM level 2 dan 3.

Wiku juga menggarisbawahi bahwa prosedur yang ketat di lokasi-lokasi bioskop, termasuk penggunaan aplikasi PeduliLindungi dan syarat sertifikat vaksin mesti disikapi masyarakat dan pelaku industri film sebagai upaya proteksi.

Menurutnya, langkah tersebut bukan bermaksud menghambat animo masyarakat untuk berkunjung ke bioskop.

“Sehingga, operasional bioskop juga akan terintegrasi dengan sistem PeduliLindungi,” tuturnya dalam konferensi pers Selasa (14/9/2021).

Selain penggunaan aplikasi PeduliLindungi, beberapa prosedur protokol kesehatan lain yang mesti ditaati pengunjung film adalah Penggunaan masker sesuai anjuran Satgas. Pengunjung juga wajib melakukan pengecekan suhu tubuh sebelum masuk ruangan, serta menggunakan alat pembayaran non-fisik ketika bertransaksi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper