Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar menilai rapor D yang diberikan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menunjukan bahwa kinerja penindakan lembaga antirasuah semakin melempem.
Menurut Fickar penilaian tersebut menunjukan KPK semakin menjadi lembaga yang biasa-biasa saja dalam menangani perkara korupsi.
"KPK hampir terjebak menjadi lembaga yang biasa biasa saja, seperti kepolisian dan kejaksaan yang ada dalam menangani perkara, dan korupsi yang sudah sistemik ini pun berlangsung terus setiap saat ada atau tidak ada KPK," ucap Fickar kepada Bisnis, Minggu (12/9/2021).
Fickar mengatakan melemahnya kinerja penindakan KPK terlihat dari makin jarangnya operasi tangkap tangan (OTT). Diketahui, sepanjang tahun 2021 baru ada dua OTT yang dilakukan KPK.
"Ini KPK agak memble kinerjanya. OTT hampir musnah, karena itu korupsi terus berlangsung didepan mata, sementara penuntutan juga tidak spektakuler, yang kurang bikin takut para koruptor," ucap dia.
Adapun, KPK mendapatkan rapor merah, terkait dengan kinerja penindakan kasus korupsi sepanjang semester I 2021.
Baca Juga
Berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), KPK hanya mampu merealisasikan 22 persen dari total target penindakan kasus korupsi sepanjang semester 2021. Secara rata-rata KPK hanya mengerjakan sebanyak tiga kasus tiap bulannya.
Adapun, berdasarkan data ICW, target penanganan kasus korupsi oleh KPK pada semester I adalah sebanyak 60 kasus.
"Itu membawa KPK masuk dalam penilaian D atau kategori buruk" kata Peneliti ICW Lalola Ester dalam konferensi pers daring, Minggu (12/9/2021).
ICW memaklumi rendahnya kasus korupsi yang ditangani KPK lantaran lembaga antirasuah hanya memiliki satu kantor di Jakarta.
Namun, kata dia, KPK telah menetapkan target sendiri terkait dengan jumlah kasus korupsi yang akan ditangani.
Sementara itu, terkait dengan kualitas penanganan kasus, Lalola menjabarkan, kasus yang ditangani KPK berasal dari OTT, pengembangan kasus, dan penyidikan baru.
KPK belum memberikan konfirmasi seputar pemberian rapor tersebut. Namun demikian, Deputi Penindakan KPK Karyoto beberapa waktu lalu mengakui bahwa pandemi yang terjadi belakangan ini agak menganggu proses penindakan yang dilakukan oleh lembaga antikorupsi.