Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menyoal Peternak Ayam di Blitar, Ketika Aspirasi Dibatasi

Tindakan pihak kepolisian terhadap pria peternak ayam petelur di Blitar dinilai berlebihan. Karena tulisan di posternya tak lebih dari sebuah curahan hati yang berbunyi: "Pak Jokowi bantu peternak beli jagung dengan harga wajar".
Peternak mengumpulkan telur ayam di Denggungan, Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (26/12/2018)./ANTARA-Aloysius Jarot Nugroho
Peternak mengumpulkan telur ayam di Denggungan, Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (26/12/2018)./ANTARA-Aloysius Jarot Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA - Pekan ini, publik dihebohkan dengan penangkapan seorang pria di Blitar, Jawa Timur saat kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke kota tersebut pada Selasa (7/9/2021).

Pria itu sempat diamankan oleh pihak kepolisian usai membentangkan poster berisikan aspirasinya sebagai peternak ayam petelur saat mobil yang ditumpangi Jokowi melintas di hadapannya.

Tindakan pihak kepolisian terhadap pria tersebut dinilai berlebihan. Karena tulisan di posternya tak lebih dari sebuah curahan hati yang berbunyi: "Pak Jokowi bantu peternak beli jagung dengan harga wajar".

Seperti diketahui, beberapa bulan terakhir, harga jagung yang digunakan untuk pakan ternak melambung tinggi. Di sisi lain, harga telur cenderung mengalami penurunan sejak awal tahun ini yang tentunya membuat para peternak mengalami kerugian.

Direktur Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian sungguh berlebihan. Hal itu berpotensi membuat masyarakat makin tidak percaya dengan pemerintah dan aparat keamanan.

“Ini bisa membuat masyarakat menjadi makin benci dengan pemerintah dan aparat keamanan. Pria itu bukan mengkritik apalagi menghina, hanya menyampaikan aspirasinya dengan kalimat yang sopan. Berharap pemerintah bisa mencarikan solusinya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (10/9/2021).

Alih-alih diamankan oleh pihak kepolisian, pria tersebut seharusnya diberikan kesempatan untuk bertemu langsung dengan Jokowi untuk menjelaskan kesulitan yang dia dan rekan-rekannya alami. Tentu saja, penjelasan tersebut nantinya dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan tindakan dan kebijakan selanjutnya.

“Pendekatannya jangan seperti itu, ditangkap oleh pihak kepolisian. Kalau dibilang momennya tidak pas ya tidak juga. Karena memang kesempatan rakyat kecil untuk menyampaikan aspirasinya secara langsung sangat kecil, apalagi sampai bisa bertemu dengan pejabat pemerintah,” tuturnya.

Selain itu, para peternak juga menyampaikan soal indikasi adanya potensi penimbunan jagung oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Peternak juga meminta Satgas Pangan untuk menindak tegas indikasi potensi penimbunan jagung.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebut apa yang terjadi di Blitar itu merupakan bukti bahwa budaya asal bapak senang atau ABS masih lestari di lingkungan pemerintahan. Budaya tersebut merujuk pada mental bawahan yang doyan menyenangkan hati atasannya dengan menutupi fakta sebenarnya.

“Ini membuktikan kalau budaya ABS belum juga hilang di lingkungan pemerintahan. Mungkin 80-90% orang-orang di lingkungan pemerintahan masih seperti ini, rakyatnya mau bagaimana yang penting atasan atau pimpinan ketika melihat senang. Karena tidak tahu fakta sebenarnya jadi senang,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Jumat (10/9/2021).

Lebih lanjut, menurut Trubus tindak lanjut berupa pemberian bantuan sembako kepada peternak ayam petelur yang diamankan dan rekan-rekan sejawatnya mencerminkan ketidakseriusan pemerintah menyelesaikan suatu masalah. Sudah sepatutnya, aspirasi yang disampaikan itu ditindaklanjuti dengan cepat oleh kementerian atau lembaga terkait agar peternak ayam petelur tak lagi menjerit.

“Kalau Cuma diberikan bantuan, itu namanya cuma lip service saja. Harusnya kementerian atau lembaga terkait ambil tindakan cepat atau mengeluarkan kebijakan terkait sebagai solusinya. Menyelesaikan masalah tetapu tidak sampai ke inti masalahnya saja,” ungkapnya.

Trubus menambahkan apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian juga berlebihan atau terlalu represif. Dalam rekaman yang beredar di media sosial dan siaran televisi, terlihat petugas melakukan penangkapan seperti halnya menangkap pelaku kriminal.

“Sangat represif, seperti kembali ke masa lalu saja, menyampaikan aspirasi tidak boleh dan diperlakukan seperti pelaku kriminal. Ini menunjukkan kalau reformasi belum berjalan sepenuhnya,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Maburi menilai pihak kepolisian sangat berlebihan dan melanggar hukum. Pembentangan poster itu merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin dalam Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 dan UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Tindakan tersebut juga menambah daftar pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat di era kepemimpinan Jokowi. Bertambahnya daftar pelanggaran sejalan dengan menurunnya Indeks Demokrasi Indonesia yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 2018.

Divisi Humas Mabes Polri melalui keterangan resminya pada Jumat (10/9/2021) menyatakan bahwa Polres Blitar Kota telah memfasilitasi pertemuan antara peternak unggas, khususnya ayam petelur dengan Pemkab Blitar dan perwakilan dari Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. Hal tersebut merupakan tindak lanjut dari penyampaian aspirasi yang dilakukan oleh salah satu peternak saat kunjungan Presiden Jokowi.

Dalam pertemuan itu, semua perwakilan peternak rata-rata menyampaikan aspirasinya terkait mahalnya harga jagung. Para peternak berharap ada solusi dari pemerintah berupa bantuan subsidi pembelian jagung dengan harga wajar sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

Sumbatan Komunikasi

Menurut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, apa yang terjadi di tengah masyarakat belakangan ini tak terlepas dari adanya sumbatan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Dia tak menampik bahwa aspirasi atau aduan dari masyarakat kerap tertahan atau tak tersampaikan kepada penentu kebijakan.

Adapun, sebagai solusinya, pemerintah memperkenalkan konsep Dilan atau Digital dan Melayani. Konsep tersebut diimplementasikan lewat Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) bersama Sistem Pengelolaan dan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional-Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!).

"Salah satu respons kita dalam konteks melayani adalah lahirnya SP4N-LAPOR! ini. Ini adalah terobosan bahwa pemerintah care atas sumbatan-sumbatan komunikasi itu," katanya dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman SP4N-LAPOR! 2021-2026 yang digelar secara virtual pada Kamis (9/9/2021).

Lantas, apakah konsep tersebut efektif membuka sumbatan komunikasi yang membayangi hubungan masyarakat dan pemerintah? Moeldoko menyebut efektivitas SP4N-LAPOR! dapat dilihat dari grafik pelaporan masyarakat yang semakin naik dan mendapatkan respon dari pemerintah.

“Efektivitas itu bisa dilihat dari grafiknya. Kalau jumlah penduduk kita 267 juta mestinya grafik pelaporan ini karena berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat cukup kompleks, mestinya semakin naik,” tuturnya.

Apabila grafik pelaporan mengalami penurunan, menurut mantan Panglima TNI itu merupakan pertanda kurang baik. Karena hal tersebut bisa saja menandakan bahwa laporan masyarakat yang disampaikan tidak ditanggapi dengan baik oleh pemerintah.

“Kalau aduannya itu menurun maka bahaya ini. Berarti mungkin masyarakat belum paham tentang SP4N-LAPOR sehingga sosialisasinya perlu lebih gencar lagi. Alasan kedua, laporan yang disampaikan tidak mendapatkan jawaban yang berkualitas,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo menjelaskan bahwa SP4N-LAPOR! merupakan sistem pengaduan yang dibuat oleh pemerintah untuk mendukung prinsip pemerintahan yang terbuka dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pihaknya akan mengawal perumusan hal yang berkaitan dengan kebijakan SP4N-LAPOR dengan mempertimbangkan masukan dari kementerian atau lembaga lainnya.

"Kerja sama dan sinergitas antarlima instansi dan lembaga merupakan salah satu cerminan kolaboratif di mana secara bersama mengawal visi perbaikan pelayanan publik melalui pengelolaan pengaduan," ungkap Tjahjo.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper