Kekerasan vs Diplomasi
Dalam perjanjian dengan pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump tahun lalu, Taliban setuju untuk tidak menyerang pasukan asing pimpinan AS saat mereka mundur. Kelompok pemberontak itu juga berkomitmen untuk membicarakan perdamaian.
Melihat cepatnya kemajuan Taliban, prospek bagi tekanan diplomasi untuk mempengaruhi situasi di sana tampaknya terbatas, meski juru bicara Taliban mengatakan pada Al Jazeera: "Kami tidak akan menutup pintu ke jalur politik."
Al Jazeera melaporkan seorang sumber pemerintah mengatakan, mereka telah menawari Taliban bagian kekuasaan jika kekerasan dihentikan. Tidak dijelaskan sejauh mana tawaran itu berbeda dari syarat-syarat yang sudah dibicarakan kedua pihak saat berunding di Qatar.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan dirinya tidak mengetahui tawaran semacam itu dan menolak pembagian kekuasaan.
"Kami tak bisa menerima tawaran apa pun semacam ini karena kami tidak ingin menjadi mitra pemerintah Kabul. Kami tidak akan tinggal atau bekerja sehari pun dengan (kondisi seperti) itu," kata dia.
Utusan khusus internasional di Doha, yang bertemu dengan perwakilan Pemerintah Afghanistan dan Taliban, menegaskan kembali, bahwa pemodal asing tak akan mengakui pemerintah mana pun di Afghanistan yang memaksakan penggunaan kekuatan militer.