Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Tunisia Kais Saied mulai melakukan pembersihan pejabat senior, termasuk jaksa dan hakim serta mengambil alih kekuasaan kehakiman beberapa hari setelah menggulingkan perdana menteri dan memberlakukan undang-undang darurat.
Tindakan keras Presiden Kais Saied itu menyeret negara itu lebih dalam ke dalam ketidakpastian beberapa hari setelah parlemen terpilihnya dibekukan selama sebulan dalam sebuah langkah mengejutkan. Langkah itu membuat satu dekade demokrasi yang sudah berjalan tiba-tiba berhenti.
Tindakan Saied, yang relatif baru dalam politik, secara umum dicap sebagai kudeta dan ada kekhawatiran bahwa negara Afrika utara itu bisa menjadi rezim otokratis yang memerintah selama beberapa dekade dan akhirnya digulingkan lewat demonstrasi atau dikenal dengan musim semi Arab.
Tunisia, tempat revolusi dimulai pada 2010, sebelumnya berpegang teguh pada demokrasi yang diperoleh dengan susah payah selama bertahun-tahun ketidakstabilan ekonomi dan politik.
“Ini adalah poster anak terakhir dari musim semi Arab,” kata Suha Rached, seorang guru dari Tunis seperfi dikutip TheGuardian.com, Kamis (29/7/2021).
Dia mengatakan tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan sulit menebak masa depan politik negara itu.
Baca Juga
Langkah Saied itu diambil mengikuti protes warga Tunisia yang muak dengan kelesuan ekonomi selama bertahun-tahun. Kondisi itu juga diperparah oleh salah satu wabah Covid-19 terburuk di Afrika sehingga terjadi kelumpuhan politik.
Sebelumnua partai politik terbesar Tunisia menyerukan dialog untuk menyelesaikan krisis politik setelah berhenti mendesak anggota parlemen dan pendukungnya untuk menggelar aksi protes ke gedung parlemen di ibukota Tunis sejak Senin.
Dalam sebuah pernyataannya, partai Islam Ennahda menegaskan kembali bahwa mereka menganggap keputusan Presiden Kais Saied untuk membekukan parlemen dan memecat perdana menteri sebagai "tidak konstitusional". Mereka kini memilih pendekatan yang lebih damai dengan menyerukan Saied untuk membalikkan langkah tersebut.
Tunisia, yang disebut-sebut sukses menghadapi revolusi Musim Semi Arab 2010, menghadapi ketidakpastian politik yang mendalam setelah presiden membekukan parlemen selama 30 hari. Presiden juga memecat Perdana Menteri Hichem Mechichi di tengah meningkatnya kasus Covid dan ekonomi yang goyah.