Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Tunisia Kais Saied mengumumkan pembubaran parlemen dan pemecatan Perdana Menteri Hicham Mechichi setelah aksi protes diwarnai kekerasan pecah di beberapa kota terkait penanganan pemerintah terhadap pandemi Covid-19 dan perekonomian.
Presiden Kais Saied mengatakan bahwa dia akan mengambil alih otoritas eksekutif dengan bantuan perdana menteri baru. Langkah itu akan memunculkan tantangan terbesar bagi konstitusi 2014 yang membagi kekuasaan antara presiden, perdana menteri dan parlemen.
Sebelumnya warga Tunisia menggelar aksi protes ketika wabah Covid-19 melonjak dan ekonomi menderita. Menteri kesehatan Tunisia dipecat yang disetai meluasnya aksi protes yang berawal dari di ibukota Tunisia.
“Banyak orang tertipu oleh kemunafikan, pengkhianatan dan perampokan hak-hak rakyat,” katanya dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di media pemerintah sebagaimana dikutip Aljazeera.com, Senin (26/7/2021).
Dia juga memperingatkan siapa pun yang berpikir untuk menggunakan senjata dan siapa pun yang menembakkan peluru maka angkatan bersenjata akan merespons dengan peluru juga.
Presiden juga mengatakan dalam pernyataannya bahwa tindakannya telah sesuai dengan konstitusi dan dia juga menangguhkan kekebalan anggota parlemen.
Baca Juga
Pernyataan itu menyusul pertemuan darurat di istananya setelah ribuan warga Tunisia menggelr aksi demo di beberapa kota. Sebagian besar kemarahan terfokus pada partai Ennahda, partai terbesar di parlemen.
Semengara itu, Ketua Parlemen Tunisia, Rached Ghannouchi menuduh Presiden Saied melancarkan "kudeta terhadap revolusi dan konstitusi".
"Kami menganggap lembaga-lembaga itu masih berdiri dan pendukung Ennahda dan rakyat Tunisia akan membela revolusi," kata Ghannouchi.
Saied terjerat dalam perselisihan politik dengan Perdana Menteri Mechichi selama lebih dari setahun, ketika negara tersebut bergulat dengan krisis ekonomi, krisis fiskal yang membayangi, dan respons yang gagal terhadap pandemi Covid-19.