Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pendemo di Prancis, Inggris, hingga Australia Tolak Pengetatan Prokes Covid-19

Di Prancis, diperkirakan 160.000 turun ke jalan dalam aksi protes nasional terhadap protokol kesehatan yang diberlakukan Presiden Emmanuel Macron.
Aksi demonstrasi di Berlin, Jerman. Setidaknya ada sekitar 18.000 orang turun ke jalan pada Sabtu (29/8/2020) untuk menolak langkah pembatasan yang dilakukan pemerintah Jerman akibat penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat. /Dokumen Bloomberg
Aksi demonstrasi di Berlin, Jerman. Setidaknya ada sekitar 18.000 orang turun ke jalan pada Sabtu (29/8/2020) untuk menolak langkah pembatasan yang dilakukan pemerintah Jerman akibat penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat. /Dokumen Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Puluhan ribu orang di beberapa negara, termasuk Prancis dan Italia menggelar aksi anti pengetatan protokol kesehatan Covid-19. Polisi terpaksa menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan pengunjuk rasa.

Di Prancis, diperkirakan 160.000 turun ke jalan dalam aksi protes nasional terhadap protokol kesehatan yang diberlakukan Presiden Emmanuel Macron. Macron secara drastis akan membatasi akses ke restoran dan ruang publik bagi orang-orang yang tidak divaksinasi.

"Kebebasan, kebebasan", teriak demonstran di Prancis dengan membawa plakat menyebut Macron diktator karena telah membelenggu kebebasan. Pihak kepolisian kemudian menghadang mereka dengan menembakkan meriam air.

Sedangkan dalam  bentuk yang sama pemberlakuan "sertifikat hijau" atau semacam kartu sehat, telah memicu demonstrasi dan kemarahan di seluruh wilayah Italia. Warga Roma, Napoli, dan Turin meneriakkan "kebebasan" dan "jatuhkan kediktatoran" atas rencana untuk apa yang disebut "jalur hijau".

Sertifikat itu akan diperlukan mulai awal bulan depan untuk makan di restoran dan mengunjungi bioskop di antara kegiatan dalam ruangan lainnya.

Banyak di antara pelaku aksi tanpa mengenakan masker sebagai bentuk aksi protes.

Ribuan orang juga memprotes di London, menentang apa yang mereka gambarkan sebagai pengikisan kebebasan sipil mereka sebagaimana dukutip Aljazeera.com, Minggu (25/7).

Demonstran mengatakan aplikasi pelacakan yang digunakan Pemerintah Inggris membatasi pergerakan mereka. Lebih dari 600.000 orang diminta untuk mengasingkan diri dalam satu minggu saja bulan ini. Protes datang seminggu setelah sebagian besar pembatasan virus Corona di Inggris dicabut.

Sebelumnya, puluhan pengunjuk rasa ditangkap setelah pawai tidak sah di Sydney, kota terbesar di Australia. Penyelenggara telah menjuluki protes itu sebagai unjuk rasa "kebebasan". Para peserta membawa tanda dan spanduk bertuliskan “Bangun Australia”.

Akan tetapi Heidi Larson, seorang profesor di departemen epidemiologi penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan bahwa kartu kesehatan “sangat masuk akal”.

“Dan ironisnya bagi mereka yang menginginkan kebebasannya, vaksin dapat memberikan kebebasan yang berbeda,” katanya. Dia  menambahkan bahwa semua pihak harus memberi tempat jika kita ingin keluar dari ancaman virus ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper