Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Satgas Sebut 5 Syarat Relaksasi PPKM Darurat, Termasuk Tindak Tegas Pelanggar

DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kelurahan yang paling banyak tidak patuh dengan aturan jaga jarak yaitu 48,26 persen.
Penyekatan di jalan Tol Jakarta-Cikampek. /Antara-Istimewa
Penyekatan di jalan Tol Jakarta-Cikampek. /Antara-Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan relaksasi pengetatan kegiatan masyarakat sering disalahartikan dan membuat masyarakat tak lagi patuh protokol kesehatan. Padahal, itu menjadi penghambat relaksasi.

"Relaksasi sering disalahartikan sebagai keadaan aman, sehingga protokol kesehatan dilupakan. Penularan kembali terjadi di masyarakat dan menyebabkan kasus kembali meningkat," kata Wiku pada konferensi pers, Selasa (20/5/2021).

Jika dilihat pada pemantauan kepatuhan protokol kesehatan selama sepekan terakhir, kata Wiku, masih terdapat 26 persen desa atau kelurahan di Indonesia yang kepatuhan masyarakatnya rendah dalam menjalankan protokol kesehatan memakai masker, serta 28 persen tidak patuh dalam menjaga jarak.

"Restoran, pemukiman warga, serta tempat olahraga publik menjadi lokasi kerumunan yang kepatuhan masyarakatnya terendah," ungkapnya.

Lebih detail lagi, pada Provinsi di Jawa Bali, desa atau kelurahan yang tidak patuh memakai masker paling banyak terdapat di Banten sebesar 28,57 persen.

Sementara itu untuk desa kelurahan yang tidak patuh menjaga jarak, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kelurahan yang paling banyak yaitu 48,26 persen. Hampir setengah kelurahan di DKI Jakarta masyarakatnya tidak patuh dalam menjaga jarak.

"Mengacu pada data tersebut, maka pengawasan dan tindak tegas pelanggaran protokol kesehatan perlu menjadi salah satu hal penting yang perlu direncanakan dengan matang pelaksanaannya sebelum relaksasi dilakukan," kata Wiku.

Beberapa hal perlu dipastikan sebelum relaksasi dilakukan yaitu, pertama, komitmen seluruh unsur, komitmen Pemerintah Daerah, TNI, Polri, Puskesmas, dan Ketua RT RW untuk menjalankan penanganan dengan baik.

"Ini penting sebagai modal kita melaksanakan relaksasi yang aman dan efektif," imbuhnya.

Kemudian yang kedua, rencana dan evaluasi yang matang perencanaan terkait sasaran ruang lingkup dan metode penanganan dilakukan menjadi penting, evaluasi penanganan secara berkala juga harus dilakukan agar kualitas penanganan dapat terus ditingkatkan.

Ketiga, persiapan sarana dan prasarana sesuai proyeksi kasus, tempat tidur, tenaga kesehatan, alat kesehatan dan obat-obatan penting untuk selalu dipantau ketersediaannya. Perlu juga disiapkan rencana tambahan apabila kasus kembali melonjak.

Keempat, tindak tegas pelanggaran kerumunan di wilayah pemukiman warga yang masih banyak terjadi. 

"Bahkan di kota-kota besar menunjukkan belum menyeluruhnya operasi yustisi dan penindakan pelanggaran perlu ada perencanaan wilayah target serta jadwal rutin patroli pengawasan dan tindakan tegas," jelasnya.

Kelima, pemahaman masyarakat sangat penting. Peran masyarakat sangat besar dalam keberhasilan menekan kasus selama periode relaksasi. 

"Hal ini [relaksasi] bisa menjadi berat karena keberadaannya bergantung dari seberapa kompak komitmen masyarakat karena jika hanya sebagian masyarakat yang disiplin namun sebagian lagi abai, tentunya ini tidak akan berhasil," kata Wiku.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper