Bisnis.com, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan meningkatkan superkomputer yang ada dengan teknologi High Performance Computing (HPC) terkini, guna memperkuat sistem peringatan dini.
Implementasi teknologi HPC terkini dapat meningkatkan kemampuan sistem Peringatan Dini Multi Bencana yang melibatkan Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS), Meteorology Early Warning System (MEWS), dan Climate Early Warning System (CEWS).
“Dalam waktu dekat kami berencana mengimplementasikan HPC dengan skala lebih dari 2 PetaFlops. Ini menjadikan sistem peringatan dini BMKG jauh lebih cepat , tepat, dan akurat,” ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi panel "The Future of High-Performance Computing" yang digelar oleh European Union - Asen HPC Virtual School 2021 yang disiarkan global secara daring, Jumat (9/7/2021).
Diskusi yang diikuti peserta lintas negara tersebut menghadirkan sejumlah pembicara dari berbagai disiplin keilmuan di antaranya Prof. Jose Ignacio Latorre (Direktur Center for Quantum Technologies, Singapura), Dr. Kimmo Koski (direktur CSC, Finlandia) dan Prof. Mateo Valero (Direktur Barcelona Supercomputing Center, Spanyol).
Selain itu, diikuti juga Prof Pascal Bouvry (CEO LuxProvide, CEO Luxembourg HPC Center), Prof Satoshi Matsouka (Direktur RIKEN Center for Computational Science/R-CCS, Jepang) dan Tay Kheng Tiong (ketua Asean HPC Taskforce/ CEO A*STAR, Computational Resource Center, Singapura).
Analisis Masalah
Dwikorita memaparkan, keberadaan HPC dalam sistem peringatan dini kebencanaan sangat penting untuk menganalisis berbagai kompleksitas dan ketidakpastian dalam fenomena cuaca, iklim, tektonik dan kegunungapian.
Pasalnya, letak geografis Indonesia yang dikontrol oleh lempeng-lempeng tektonik aktif dan dikelilingi oleh cincin api, mengakibatkan hampir semua wilayah berpotensi terjadinya bencana alam.
Belum lagi potensi bencana hidrometrologis yang dipicu oleh perubahan iklim global yang juga tidak boleh dikesampingkan.
“Selama periode Juni 2021 saja, telah terjadi 889 gempa bumi di Indonesia terdiri dari 850 gempa magnitudo berkekuatan kurang dari 5, 39 kali gempabumi dengan magnitudo di atas 5, dan gempabumi yang dirasakan terjadi 70 kali, sedangkan gempa merusak terjadi dua kali,” terangnya dalam keterangan tertulis Sabtu (10/7/2021).
“Belum lagi ancaman tsunami, d imana dalam kurun waktu tahun 1800 - 2018 Indonesia telah diterjang sebanyak 99 kali tsunami. Ada juga ancaman kebakaran hutan, banjir bandang, siklon tropis, kekeringan yang panjang dan lain sebagainya,” tukas Dwikorita.
Maka dari itu, Indonesia terus mengupgrade sistem peringatan dini agar manajemen kebencanaan yang terdiri dari upaya pencegahan, mitigasi, tanggap darurat, dan recovery dapat berjalan dengan baik untuk mewujudkan zero victims
Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita juga mengajak seluruh negara untuk berkolaborasi dalam hal riset dan inovasi teknologi untuk mitigasi kebencanaan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Di bidang meteorologi, Kepala BMKG berharap adanya riset mengenai prakiraan cuaca dengan tingkat akurasi mencapai lebih dari 95 persen persen dengan resolusi tinggi untuk tingkat desa, serta prediksi terjadinya bencana sedini mungkin hingga beberapa hari atau beberapa minggu sebelum peristiwa terjadi.
Sedangkan di bidang klimatologi, diharapkan ada riset bersama tentang prediksi iklim/prediksi musim untuk wilayah Asia Tenggara dengan akurasi prediksi iklim mencapai 90 persen lebih.