Bisnis.com,JAKARTA- Pemerintah diminta memberikan solusi konkret bagi masyarakat yang berjuang mendapatkan perawatan Covid-19 di rumah sakit.
Irma Hidayana, inisiator LaporCovid-19, menyebut bahwa kematian akibat infeksi virus Corona akhir-akhir ini semestinya bisa dicegah jika dari awal Pemerintah melakukan pencegahan dan pengendalian penularan yang lebih tegas.
Situasi ini, tuturnya, merupakan hasil ketidakefektifan pencegahan dan pengendalian karena selama setengah tahun masa pandemi justru didominasi oleh pelonggaran sosial, termasuk mendahulukan kepentingan ekonomi di atas kesehatan masyarakat.
“Pemerintah perlu mengakui bahwa kondisi sudah gawat darurat dan meminta maaf serta menunjukkan empati. Perlu berhenti melakukan komunikasi yang mencitrakan bahwa kita sedang baik-baik saja yang justru mengakibatkan rendahnya kewaspadaan masyarakat terhadap masifnya penularan Covid-19,” ucapnya, Selasa (6/7/2021).
LaporCovid-19 tergabung dalam Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik bersama, YLBHI, ICW, Lokataru dan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Dalam catatan kritis konsorsium itu, Herlambang Wiratraman, akademisi Unversitas Airlangga menegaskan tiga kegagalan yakni tingginya angka kasus Covid-19, ambruknya daya tampung rumah sakit serta, ketidaktersediaan oksigen sehingga banyak warga meninggal dan tingginya angka tenaga kesehatan yang meninggal.
Menurutnya, kegagalan pemerintah terjadi karena pemerintah abai, alih-alih menutup dan membatasi mobilitas, malah mempromosi mobilitas dengan berwisata.
Penyebab kedua adalah lambatnya Pemerintah dalam menanggapi ledakan kasus, dan juga instruksi yang dikeluarkan harus dikeluarkan oleh Presiden, bukan di level Kementerian dengan berdasarkan UU.
Ketiga, pemerintah terlalu fokus pada ekonomi. Keempat, pemerintah masih denial akan ledakan kasus. Kelima, pemerintah tidak mengupayakan secara sistematik upaya 3T, dan pembungkaman terhadap mereka yang menyuarakan atau mengkritisi penanganan pandemi.
Muhammad Isnur dari YLBHI, menyatakan Pemerintah bertanggung jawab atas kondisi krisis ini, sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU HAM di mana hak kesehatan dijamin oleh Negara. Pemerintah juga mengabaikan Peraturan Perundang-Undangan khususnya UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan dimana sebenarnya UU tersebut memiliki kajian epidemiologi yang kuat.
Dia pun mengkritisi tidak adanya PP terhadap UU no. 6/ 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang membuat kondisi sekarang kacau karena ada kekosongan hukum yang mengakibatkan adanya tumpah tindih kebijakan dan komando.
“Tetapi Pemerintah tidak menggunakan UU yang dibuat khusus untuk menangani pandemi dan abai tidak melaksanakan mandat pembentukan peraturan-peraturan turunan seperti Peraturan Pemerintah tentang Penanggulangan Darurat Kesehatan Masyarakat.” terangnya.
Sebelumnya, kritik serupa juga pernah diungkapkan oleh Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono. Menanggapi hal itu Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi mengaku belum mendengar usulan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ihwal pengetatan mobilitas masyarakat sejak Mei 2021 lalu.
“Saya juga ga tahu kalau statementnya benar. Beliau ngomong ke Pak Luhut atau Gimana? Saya harus cek,” kata Jodi melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Senin (5/7/2021).
Jodi meminta masyarakat untuk tidak larut terlalu lama di dalam polemik tersebut. Menurut dia, pemerintah pusat telah mengambil sejumlah kebijakan yang signifikan untuk menekan laju pertumbuhan kasus Covid-19 di Tanah Air.
“Semua pilihan kebijakan kan sudah diambil dengan berbagai dimensi pertimbangan, sekarang fokus saja ke depan,” kata dia.