Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Militer Myanmar Peringatkan Media Asing : Jangan Sebut Junta!

Al Jazeera melaporkan seorang redaktur pelaksana Kamayut Media dari Amerika Serikat, Nathan Maung (44), mengaku disiksa oleh para pasukan keamanan pada saat ditahan selama 3 bulan sejak Maret.
Ilustrasi - Personel militer dengan kendaraan tempur tank berjaga di Ibu Kota Naypritaw, Myanmar./Antara/Reuters-Stringer
Ilustrasi - Personel militer dengan kendaraan tempur tank berjaga di Ibu Kota Naypritaw, Myanmar./Antara/Reuters-Stringer

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Informasi Myanmar memperingatkan agar media asing tidak menyebut militer yang berkuasa sebagai junta, junta militer, atau dewan militer.

Seperti dilansir dari Nikkei Asia pada Rabu (30/6/2021), lembaga militer tersebut dipanggil sebagai Dewan Administrasi Negara (SAC) yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing.

Dia berhasil menggerakkan kudeta militer serta menahan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi pada 2 Februari. 

Dalam pengumumannya yang dipublikasikan oleh media milik pemerintah Global New Light of Myanmar, SAC hanya mengendalikan sejumlah tugas negara dalam keadaan darurat di bawah konstitusi. “[SAC] bukanlah pemerintah kudeta,” seperti dikutip dari media tersebut.

Dalam laporan tersebut juga dikatakan bahwa koresponden media asing yang meliput di Myanmar telah melebih-lebihkan berita mereka dengan mengutip sumber-sumber tak berdasar dan berita palsu terkait DENGAN Myanmar. Mereka mengancam akan mengambil tindakan kepada kantor berita asing.

Sementara itu, Al Jazeera melaporkan seorang redaktur pelaksana Kamayut Media dari Amerika Serikat, Nathan Maung (44), mengaku disiksa oleh para pasukan keamanan pada saat ditahan selama 3 bulan sejak Maret.

“Mereka menendang wajah, tangan, dan bahu kami sepanjang waktu,” kata Maung, yang lahir di Myanmar, kepada CNN.

“Setiap kami menjawab, mereka memukul kami. Apa pun yang kami jawab — apakah benar atau salah — mereka memukuli kami. Selama 3 hari, nonsetop,” ungkapnya.

Pasukan keamanan di Myanmar secara sewenang-wenang menahan ribuan orang yang memberontak melawan kudeta militer pada Februari. Mereka menjadi sasaran banyak penyiksaan, pemukulan dan penganiayaan, menurut laporan pada 22 Juni oleh Human Rights Watch.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper