Bisnis.com, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (
BNPT) mengungkapkan ada sebanyak 600-700 orang WNI yang terdiri dari wanita dan anak-anak yang kini ditahan di kamp teroris negara Suriah.
Kepala BNPT, Komjen Pol Boy Rafli Amar menyebut ratusan wanita dan anak-anak WNI itu kini menjadi
teroris di negara asing atau biasa disebut Foreign Terorist Fighters (FTF).
Boy memprediksi jumlah FTF saat ini ada sebanyak 600-700 WNI yang mayoritas terdiri dari wanita dan anak-anak. Ratusan FTF tersebut, kata Boy, tengah ditahan di sejumlah kamp teroris di negara Suriah.
"Masalah FTF ini juga sudah menjadi isu penting. Tantangan yang akan dihadapi Indonesia berfokus pada efektivitas sarana untuk penuntutan bagi mereka yang melakukan terorisme di Suriah serta sarana efektif untuk rehabilitasi dan reintegrasi bagi mereka yang menjadi tanggungan seperti anak-anak dan wanita," tuturnya dalam keterangan resminya dalam acara The Second United Nations High Level Conference of Heads of Counter-Terorism Agencies of Member States di New York, Kamis (1/7/2021).
Selain itu, menurut Boy, kecenderungan wanita jadi teroris belakangan ini cukup tinggi. Berdasarkan studi dari Soufan Center, kata Boy, jumlah angka wanita yang mendukung aksi
teroris bertambah di wilayah Asia Tenggara.
"Secara statistik tahun 2015 ada tiga wanita yang ditangkap karena kasus terorisme, sementara dari tahun 2016-2020 sudah mencapai angka 40 orang," katanya.
Dalam perkembangan lain, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar mengungkapkan tantangan utama penanggulangan terorisme di masa pandemi COVID-19 kini muncul di media internet.
"Selama masa pandemi grup teroris memaksimalkan aktivitas daring. Mereka aktif melakukan propaganda dan proses rekrutmen anggota bahkan soal pendanaan," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam aspek kesehatan tetapi juga bagi keamanan dan ketertiban dunia. Kelompok teroris justru menciptakan tantangan baru misalnya lewat aktivitas teroris di dunia maya yang semakin masif.
Menurut Boy, aktivitas di internet yang dilakukan teroris sangat mudah dilakukan dan malah lebih efektif dalam mendoktrin generasi muda untuk mendukung ideologi mereka dan kemudian ikut melakukan aksi teror.
Sebagai contoh kasus wanita muda yang menyerang Mabes Polri beberapa waktu lalu. Ia diduga terpapar ideologi ISIS dari internet. Kini, teroris juga menggunakan internet dalam melakukan pendanaan untuk mendukung aksi terorisme.
"Selama pandemi berlangsung terdapat kenaikan 101 persen transaksi keuangan mencurigakan," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google
News dan WA Channel