Bisnis.com, MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte bersikap keras terkait upaya memerangi narkoba di negerinya. Bahkan, Duterte terang-terangan menyatakan tidak akan bekerja sama dengan Mahkamah Pidana Internasional, ICC.
ICC berencana menggelar penyelidikan atas pembunuhan yang berkaitan dengan perang narkoba di Filipina.
Kelompok hak asasi dan kritikus pembunuhan terkait narkoba menyambut baik langkah ICC. Mereka menyatakan penyelidikan skala penuh akan membawa keadilan lebih dekat bagi ribuan orang yang tewas dalam perang berdarah Duterte terhadap narkoba.
"Kami tidak akan bekerja sama karena kami bukan lagi anggota," kata juru bicara Duterte, Harry Roque, dalam konferensi pers pada Selasa (15/6/2021).
Duterte membatalkan keanggotaan Filipina dalam perjanjian pendirian ICC pada Maret 2018.
"Kami tidak membutuhkan orang asing untuk menyelidiki pembunuhan dalam perang narkoba karena sistem hukum bekerja di Filipina," kata Roque, kemudian menambahkan bahwa dia yakin meluncurkan penyelidikan resmi "salah secara hukum dan bermotif politik."
Seorang jaksa ICC meminta otorisasi pada Senin (14/6/2021) untuk membuka penyelidikan penuh atas pembunuhan tersebut, dengan mengatakan kejahatan terhadap kemanusiaan bisa saja dilakukan.
"Langkah panjang hukum akan segera mengejar Duterte dan kaki tangannya," kata mantan senator oposisi Antonio Trillanes dalam sebuah pernyataan.
Sejak Duterte menjabat pada 2016 hingga akhir April 2021, polisi telah membunuh lebih dari 6.100 tersangka pengedar narkoba dalam operasi penangkapan, menurut data pemerintah.
Kelompok HAM mengatakan polisi dengan cepat mengeksekusi tersangka, tetapi pihak berwenang mengatakan mereka dibunuh setelah melawan dengan keras saat ditangkap.