Bisnis.com, JAKARTA — Warga Nigeria kini tak bisa lagi menggunakan Twitter. Pasalnya, pemerintah setempat mensuspensi layanan media sosial tersebut setelah Twitter menghapus cuitan Presiden Muhammadu Buhari, 2 hari sebelumnya.
Seperti dilansir Bloomberg, Jumat (4/6/2021), Twitter menghapus cuitan Buhari karena dinilai telah melanggar aturan perusahaan.
"Blokir dilakukan merujuk ke penggunaan platform tersebut secara persisten untuk aktivitas yang memungkinkan merendahkan eksistensi korporasi Nigeria," demikian disampaikan Menteri Informasi Lai Mohammed, yang juga dicuitkan melalui Twitter, Jumat (4/6).
Dia juga menyatakan telah memerintahkan komisi penyiaran Nigeria untuk segera melakukan proses lisensi seluruh perusahaan Over-the-Top (OTT) dan media sosial yang beroperasi di negara Afrika Barat tersebut.
Adapun cuitan Buhari menyinggung serangan terhadap aparat keamanan di tenggara Nigeria, baru-baru ini. Dia tampak mengindikasikan akan menggunakan kekuatan layaknya perang sipil untuk melawan ancaman upaya memerdekakan diri masyarakat di kawasan itu.
Hingga Jumat (4/6) waktu setempat, Twitter masih bisa beroperasi di Nigeria. Masih belum jelas pula bagaimana pemblokiran tersebut bakal dilakukan.
Chief Executive Precise Financial System Yele Okeremi menuturkan pemerintah bisa meminta operator telekomunikasi untuk memblokir jaringan yang digunakan Twitter dan membuatnya tak bisa diakses. Precise Financial System adalah perusahaan financial technology (fintech).
"Langkah ini membuat negara kita terlihat seperti negara pariah. Bisnis akan terdampak negatif. Ini tidak bagus untuk mereka dan ekonomi," tuturnya.
Twitter tidak memiliki kantor di Nigeria. Pada April 2021, perusahaan tersebut mengumumkan membuka kantor di Ghana, tetangga Nigeria.
Platform tersebut sangat populer di kalangan anak muda Nigeria, menjadikannya sebagai media sosial keenam yang paling banyak digunakan di sana.
Di belahan negara lain seperti India, Twitter juga menghadapi kontroversi serupa. Perusahaan yang berbasis di San Francisco, AS itu menilai beberapa perintah Pemerintah India merupakan gangguan terhadap kebebasan berpendapat.