Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Rektor Universitas Nasional Suryono Effendi menyayangkan lambannya pemerintah dalam mendorong pihak swasta nasional berpartisipasi menyiapkan produksi sarana prasarana vaksin.
Menurut Suryono dibukanya peluang swasta memproduksi sarana prasarana vaksin berpotensi mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
Seperti diketahui, setahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi nasional terpuruk akibat pandemi Covid-19.
"Jangan apa-apa andalkan impor. Padahal kita juga bisa. Kalau saja boks pendingin vaksin, sarana distribusinya, sudah mampu diproduksi domestik, maka membuka lapangan kerja, ada perbaikan pendapatan diperoleh pelaku usaha yang berdampak ke peningkatan ekonomi nasional," ucap Suryono melalui keterangan tertulis, Rabu (2/6/2021).
Suryono menilai pemerintah terkesan tidak melihat bahwa peluang tersebut berimplikasi positif terhadap ekonomi negara. Kebiasaan ketergantungan bahan baku impor terasa amat melekat, tambahnya.
"Ekonomi nasional minus sekitar 5 persen akibat Covid-19 setahun kemarin. Inilah waktunya mengerek lagi dengan menciptakan peluang-peluang kerja. Aktivitas ekonomi bisa bergerak lagi karena ada produksi," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan adanya potensi belanja produk dalam negeri sekitar Rp300 triliun setiap tahunnya. Luhut menyayangkan potensi itu belum bisa dimanfaatkan saat ini.
Menurut Luhut, angka itu didapat setelah ia meminta stafnya menyisir kebutuhan Kementerian/Lembaga (K/L) selama ini.
"Jadi di APBN ada anggaran belanja barang Rp1.300 triliun, awalnya staf saya sudah menyisir awalnya ada Rp470 triliun yang bisa dibelanjakan di dalam negeri, lalu saya minta lagi dan didapatlah angka terendah Rp300 triliun setahun yang bisa dialokasikan untuk produk anak negeri," kata Luhut dalam pembukaan Festival Joglosemar, Kamis (20/5/2021).
Luhut menyebut salah satu kendala yang selama ini kerap dialami produsen dalam negeri adalah produknya tidak masuk dalam e-katalog yang bisa diakses oleh K/L.
Untuk itu, dia meminta LKPP lebih terbuka karena terbukti saat ini pembelian produk impor jumlahnya lima kali dari pembelian produk dalam negeri.
Menurut Luhut, jika Rp300 triliun atau setara dengan US$22 miliar dapat mengalir pada produk dalam negeri, dalam lima tahun sudah lebih dari US$100 miliar belanja yang bisa dinikmati produk anak negeri.
"Saya memakai dolar karena bisa dicek sendiri betapa sulitnya mendapat investasi asing US$1 miliar per tahun bahkan US$100 miliar lebih dalam lima tahun. Jadi yang sudah ada di depan mata ini akan kami kawal ke depan bersama kementerian lain," ujarnya.