Bisnis.com, JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon angkat bicara soal penangkatan mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Dia menyayangkan penangkapan Munarman oleh Densus 88. Menurutnya, penangkapan Munarman dengan dugaan tindak pidana menginisiasi gerakan terorisme di Indonesia, terlalu mengada-ada.
“Saya mengenal baik Munarman dan saya tidak percaya dengan tuduhan teroris ini. Sungguh mengada-ada dan kurang kerjaan,” cuitnya melalui akun Twitter @fadlizon, Kamis (28/4/2021).
Sementara itu, pengacara Aziz Yanuar mengatakan bahwa ada sekitar 20 advokat yang akan mendampingi Munarman
"Tim kuasa hukum sejauh ini ada 20-an," kata Aziz Yanuar saat dihubungi di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Selain itu, Aziz menyebut penangkapan dan penahanan terhadap kliennya oleh Densus 88 dianggap tidak sesuai dengan undang-undang dan prosedur yang berlaku.
"Kita sangat menyesalkan itu, tidak diterapkan asas praduga tidak bersalah, seyogyanya Polri memanggil dulu secara patut, beliau pasti akan datang kok," kata Aziz, Selasa (27/4/2021).
Oleh karena itu, kata Aziz, pihaknya berencana untuk menggugat praperadilan Polri dan Tim Densus 88 Antiteror ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penangkapan dan penahanan kliennya tersebut.
"Kami berencana menggugat praperadilan terkait penangkapan dan penahanan beliau yang tidak sesuai ini," ujarnya. Kendati demikian, Aziz tidak merinci kapan dirinya akan mendaftarkan gugatan praperadilan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Pokoknya secepatnya," ucap Aziz.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono mengatakan tim Densus 88 telah menangkap mantan Sekretaris Umum FPI Munarman pada hari ini Selasa (27/4/2021) sekitar pukul 15.30 WIB di rumah pribadinya di Perumahan Modern Hills Cinangka-Pamulang, Tangerang Selatan.
Dia mengungkapkan Munarman ditangkap terkait kasus dugaan tindak pidana menginisiasi gerakan terorisme di Indonesia. Menurut Argo, Munarman diduga menggerakkan orang lain, bermufakat jahat dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.