Bisnis.com, JAKARTA - Kritik muncul usai pertemuan pemimpin Asean yang membahas masalah Myanmar lantaran nasib tahanan yang terdiri dari politikus dan pendukung Aung San Suu Kyi tidak jelas dalam hasil akhir.
Dilansir Al Jazeera, Minggu (25/4/2021), aktivis hak asasi manusia mengkritik kesepakatan antara Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing dan para pemimpin Asia Tenggara karena dinilai gagal memulihkan demokrasi. Mereka juga meminta pertanggungjawaban tentara atas pembunuhan ratusan warga sipil.
Kendati demikian, tidaka ada protes yang terjadi setelah tokoh di balik kudeta militer pada 1 Februari tersebut terbang ke Jakarta.
“Pernyataan Asean adalah tamparan untuk orang-orang yang telah dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer, ”kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun, Minggu. "Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu."
Seperti pernyataan Brunei Darussalam sebagai Ketua Asean 2021, Asean telah menyepakati lima poin konsensus, di antaranya adalah mengakhiri kekerasan, dialog knstruktif di antara semua pihak, penerimaan bantuan, dan penunjukan utusan khusus Asean untuk memfasilitasi diskusi dan melakukan kunjungan ke Myanmar.
Namun, pernyataan tersebut tidak menentukan jangka waktu dan tidak menyebutkan soal tahanan politik meski disebutkan bahwa Asean menerima seruan pembebasan tahanan.
Baca Juga
“Asean tidak dapat menutup-nutupi fakta bahwa tidak ada kesepakatan bagi junta untuk membebaskan para tahanan politik yang saat ini ditahan, termasuk tokoh politik senior yang mungkin akan terlibat dalam penyelesaian yang dinegosiasikan untuk krisis tersebut,” Phil Robertson, Wakil Direktur Asia Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan 748 orang telah terbunuh sejak pemerintahan Aung San Suu Kyi digulingkan. Catatannya menunjukkan 3.389 orang ditahan.
"Pernyataan [Asean] tidak mencerminkan keinginan rakyat mana pun.. untuk membebaskan narapidana dan tahanan, untuk bertanggung jawab atas nyawa yang meninggal, untuk menghormati hasil pemilihan dan memulihkan pemerintahan sipil yang demokratis," katanya.
"Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa yang tidak bersalah, tulis pengguna Facebook bernama Aaron Htwe.