Bisnis.com, JAKARTA - Kritik keras datang dari masyarakat Myanmar atas kesepakatan yang dicapai para pemimpin Asia Tenggara dengan pimpinan junta militer di negara tersebut.
Seperti diketahui, pertemuan antara pemimpin Asean yang juga diikuti pemimpin junta militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing digelar di Jakarta, Indonesia, Sabtu (24/4/2021), untuk membahas perkembangan Myanmar dan mengakhiri krisis negara tersebut.
Tidak ada protes langsung di kota-kota besar Myanmar sehari setelah pertemuan tinggi Asean tersebut. Pertemuan itu setuju untuk mengakhiri kekerasan tetapi tidak memberikan peta jalan tentang bagaimana hal ini akan terjadi.
Warga Myanmar menuliskan protesnya di media sosial dan mengkritik kesepakatan itu. Menurut mereka kesepakatan itu gagal memulihkan demokrasi dan meminta pertanggungjawaban tentara atas ratusan kematian warga sipil.
"Pernyataan Asean adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer. Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun.
Menurut pernyataan Ketua Asean yang sementara dijabat oleh Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, sebuah konsensus tercapai melalui lima poin yakni mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus Asean untuk memfasilitasi dialog, penerimaan bantuan dan kunjungan utusan ke Myanmar.
Konsensus lima poin tidak menyebutkan tahanan politik, meskipun pernyataan ketua mengatakan pertemuan itu 'mendengar seruan' untuk pembebasan mereka.
Baca Juga
Para pemimpin Asean menginginkan komitmen dari Min Aung Hlaing untuk menahan pasukan keamanannya, yang menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) telah menewaskan 748 orang sejak gerakan pembangkangan sipil massal meletus untuk menantang kudeta 1 Februari melawan pemerintah terpilih, Aung San Suu Kyi. AAPP, sebuah kelompok aktivis Myanmar, mengatakan lebih dari 3.300 ditahan.
"Pernyataan tidak mencerminkan keinginan orang mana pun. Untuk membebaskan narapidana dan tahanan, untuk bertanggung jawab atas nyawa yang meninggal, untuk menghormati hasil pemilihan dan memulihkan pemerintahan sipil yang demokratis," tulis Nang Thit Lwin dalam komentarnya di sebuah berita di media domestik Myanmar tentang kesepakatan Asean.
Aaron Htwe, pengguna Facebook lainnya, menulis: "Siapa yang akan membayar harga untuk lebih dari 700 nyawa tak berdosa."
Militer telah mempertahankan kudeta tersebut dengan menuduh bahwa kemenangan telak oleh partai Suu Kyi pada pemilihan November adalah penipuan, meskipun komisi pemilihan menolak keberatan tersebut.
Pertemuan Asean adalah upaya internasional terkoordinasi pertama untuk meredakan krisis di Myanmar, negara miskin yang bertetangga dengan China, India, dan Thailand dan telah mengalami kekacauan sejak kudeta. Selain protes, kematian dan penangkapan, pemogokan nasional telah melumpuhkan kegiatan ekonomi.
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) paralel Myanmar, yang terdiri dari tokoh-tokoh pro-demokrasi, sisa-sisa pemerintahan Suu Kyi yang digulingkan, dan perwakilan kelompok etnis bersenjata, mengatakan pihaknya menyambut baik konsensus yang dicapai tetapi mengatakan junta harus berpegang pada janjinya.
"Kami menantikan tindakan tegas oleh Asean untuk menindaklanjuti keputusannya dan memulihkan demokrasi kami," kata Dr. Sasa, juru bicara NUG.
Selain Ketua Junta, hadir pula para pemimpin Indonesia, Vietnam, Singapura, Malaysia, Kamboja, dan Brunei Darussalam, bersama dengan Menlu Laos, Thailand, dan Filipina.