Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan (startup) yang bergerak di bidang pendidikan (edutech) diharapkan dapat memberikan ragam inovasi untuk tetap mengisi proses belajar, meskipun pembelajaran secara luring akan dilaksanakan kembali.
Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan salah satu terobosan yang dapat dilakukan adalah dengan memperluas segmentasi pasar.
“Mereka bisa open learning access atau perguruan tinggi daring yang ditujukan untuk karyawan misalnya masih relevan. Karena segmen pendidikan lanjutan bagi karyawan yang sibuk tetap tinggi peminatnya,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (24/3/2021).
Tidak hanya itu, Bhima juga mengatakan edutech bisa terus menambah inovasi di sisi pembelajaran tambahan di luar jam sekolah. Sebab, peluang guru les dengan murid dinilai masih memerlukan aplikasi sebagai penghubung belajar.
Bhima pun mengatakan bahwa kolaborasi dengan sektor startup lain juga dapat dilakukan, hal ini berguna untuk memperluas segmentasi dari sertifikasi profesi.
“Bisa kolaborasi dengan healthtech di mana mengajarkan pendidikan calon dokter dan perawat untuk diedukasi dalam mengadopsi kecerdasan buatan misalnya,” kata Bhima.
Sementara itu, menurut data Holoniq, platform pengumpul data startup edutech global, kapitalisasi pasar edutech Asia Tenggara mencapai US$480 juta (sekitar Rp6,82 triliun) dalam kurun 2015—2020.
Adapun, putaran pendanaan terbesar dipegang oleh Ruangguru dengan capaian US$150 juta (Rp2,1 triliun) atau sepertiga dari kapitalisasi sektor edutech di Asia Tenggara.