Bisnis.com, JAKARTA - Dukungan masyarakat atas pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berbasis mikro tidak seratus persen. Bahkan, kelompok pendukung dan kelompok yang tidak mendukung proporsinya nyaris seimbang.
Hal itu diketahui dari survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait satu tahun wabah Covid-19 di Indonesia.
Dikutip dari websites saifulmujani.com, pandangan warga mengenai PPKM mikro terbelah antara mereka yang mendukung PPKM ketat dan yang menolak. Persentase kedua kelompok ini berada di kisaran 40 - 46 persen.
Temuan ini disampaikan Direktur Riset SMRC Deni Irvani pada acara rilis survei nasional SMRC bertajuk “Satu Tahun COVID-19: Sikap dan Perilaku Warga terhadap Vaksin” yang dipresentasikan di Jakarta pada Selasa, 23 Maret 2021.
Survei mencakup semua provinsi di Indonesia, dilakukan pada 28 Februari 2021 sampai 8 Maret 2021 dengan metode wawancara tatap muka.
Dalam survei ini, responden diminta menilai apakah pemerintah perlu menerapkan PPKM secara ketat.
Baca Juga
Secara nasional ada sekitar 44 persen responden yang memilih menjalani PPKM secara ketat meskipun penghasilan menurun.
Sebaliknya, ada 40 persen yang memilih menghentikan PPKM meskipun meningkatkan risiko tertular Covid-19.
Warga yang tinggal di Jawa-Bali juga terbelah. Ada sekitar 44 persen warga di Jawa-Bali yang memilih menjalani PPKM secara ketat meskipun penghasilan menurun.
Ada pula 46 persen yang memilih menghentikan PPKM meskipun meningkatkan risiko tertular Covid-19.
Survei menunjukkan tidak semua warga mengetahui adanya penetapan PPKM mikro di sejumlah wilayah di Jawa dan Bali.
Ada sekitar 52 persen warga yang mengetahui bahwa pemerintah menetapkan PPKM mikro di sejumlah wilayah di Jawa dan Bali. Dari yang tahu, sekitar 68 persen setuju/sangat setuju dengan kebijakan tersebut.
Di kalangan warga yang tinggal di Jawa dan Bali, sekitar 64 persen mengetahui bahwa PPKM diberlakukan di sejumlah daerah di Jawa dan Bali.
Dari yang tahu, sekitar 65 persen setuju dengan kebijakan tersebut.
“Di sisi lain, 71 persen warga yang tahu PPKM mikro menilai kebijakan tersebut sangat atau cukup berpengaruh untuk menurunkan penularan Covid-19,” ujar Deni.
Di sisi lain, Deni menggarisbawahi soal kelompok yang tidak setuju.
“Fakta bahwa cukup tinggi persentase yang menyatakan PPKM sebaiknya dihentikan menunjukkan bahwa penilaian publik juga dipengaruhi pertimbangan bahwa kebijakan PPKM berdampak pada menurunnya penghasilan,” ujar Deni.
Survei melibatkan 1.220 responden yang dipilih secara acak, dengan margin of error 3,07 persen. Dalam pelaksanaannya ada responden yang tidak bisa diwawancarai.
Tercatat response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebanyak 1.064 atau 87 persen.
Dari 1.064 responden yang dianalisis, diketahui margin of error rata-rata dari survei dengan ukuran sampel tersebut sebesar ± 3.07% pada tingkat kepercayaan 95% (dengan asumsi simple random sampling).
Sementara responden yang tidak bisa diwawancarai sebagian besar tidak ada di tempat, di luar rumah atau luar kota.
Kepada responden terpilih diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.
Sedangkan quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check).
Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti.