Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta pemerintah agar memastikan proses penetapan emergency use authorization (EUA) atas vaksin AstraZeneca berjalan sesuai prosedur.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelumnya telah mengeluarkan EUA untuk vaksin AstraZeneca yang dikembangkan oleh Oxford University. Vaksin yang tidak dilakukan uji klinis di Indonesia ini, menurut BPOM, memiliki hasil efikasi 62 persen.
"Sebagai wakil rakyat, saya perlu mendapat kepastian bahwa izin darurat penggunaan vaksin oleh pemerintah telah melewati prosedur standar. Meskipun AstraZeneca diperoleh dengan skema COVAX WHO secara gratis, bukan berarti kita tidak perlu mempertimbangkan efikasi, kualitas dan kehalalannya. Semua harus transparan, jangan ada yang disembunyikan," ujar Netty dalam keterangannya seperti dikutip dari situs resmi DPR, Rabu (10/3/2021).
Sebelumyam, BPOM juga telah mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 dari Sinovac. Efikasi vaksin tersebut ialah 65,3 persen berdasarkan hasil uji klinis tahap III yang dilakukan di Indonesia.
"Apakah hal yang sama tidak perlu dilakukan untuk AstraZeneca? Pemerintah perlu menjelaskan hal ini agar tidak menimbulkan keraguan masyarakat awam. Jika tidak ada uji klinis, dari mana diperoleh tingkat efikasi 62 persen?" ujarnya.
Demi melindungi rakyat dari pandemi, pada dasarnya Netty mengapresiasi keputusan cepat pemerintah untuk menggunakan jenis vaksin AstraZeneca dan mendatangkannya ke tanah air, asalkan prosesnya transparan dan tidak ada kepentingan bisnis dan politis menungganginya.
"Kita sedang perang melawan Covid-19 yang taruhannya adalah nyawa rakyat dan keselamatan bangsa," ucapnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan keputusan memilih, membeli dan mendatangkan vaksin adalah kewenangan pemerintah yang tidak boleh dititipi kepentingan bisnis dan politis.
"Kita perlu tahu apakah ada konsekuensi yang harus ditanggung negara akibat menerima skema COVAX WHO. Selain itu, harus dipastikan keluarnya UEA vaksin AstraZeneca dapat mempercepat proses vaksinasi nasional yang saat ini berjalan lambat," tuturnya.
Politikus Fraksi PKS ini menilai, realisasi vaksinasi nasional saat ini masih rendah yakni hanya 200.000 per hari, padahal target pemerintah adalah 1 juta dosis per hari. Oleh karena itu, ia berharap dengan keluarnya izin atas vaksin AstraZeneca, target vaksinasi dapat tercapai.
Kepada pemerintah, Netty menyarankan agar lebih kreatif dalam melaksanakan proses vaksinasi, misalnya dengan strategi jemput bola.
Proses vaksinasi jangan hanya dilakukan di fasyankes yang telah ditetapkan. Bagaimana dengan masyarakat yang tinggal jauh dari fasyankes tersebut? Lakukan lebih kreatif, jangan hanya menunggu. Pemerintah bisa juga melakukan vaksin massal di berbagai tempat yang bisa langsung menjangkau sasaran penerima vaksin,” ujarnya.
Menurutnya, ketepatan dan kecepatan vaksin penting dilakukan untuk membentuk herd immunity. Oleh karena itu, proses vaksinasi perlu dipercepat agar segera terbentuk herd immunity.
"Jangan hanya cepat memutuskan membeli dan mendatangkan vaksin, tapi masih sengkarut manajemen pelaksanaannya di lapangan," kata Netty.
Terakhir, Netty meminta agar pemerintah menyosialisasikan vaksinasi secara massif dan efektif, agar informasi-informasi yang tidak benar seputar vaksin dan vaksinasi tidak terulang kembali.
“Sosialisasi vaksin juga jangan monoton. Gandeng tokoh masyarakat dan influencer yang sikap dan ucapannya didengar dan diikuti. Hati-hati, jangan salah pilih role model yang malah memberikan contoh buruk pada masyarakat,” ungkapnya.