Bisnis.com, JAKARTA - Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menekan angka kemiskinan yang terus melonjak menyusul perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Salah satu di antaranya adalah program kartu prakerja.
Program kartu prakerja awalnya didesain sebagai program pengembangan kompetensi kerja dan kewirausahaan bagi pencari kerja atau buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja. Dalam perjalanannya, kartu prakerja berubah menjadi program bantuan sosial.
Perubahan program yang di awal kehadirannya sempat menuai polemik itu sudah berlangsung sampai 13 gelombang.
Tahun ini, pemerintah bahkan berencana mengimplementasikan program tersebut kepada calon pengantin sebagai upaya mencegah munculnya keluarga miskin baru.
Menurut Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Y.B Satya Sananugraha implementasi Kartu Prakerja bagi calon pengantin diawali dengan mencari daerah yang akan dijadikan proyek percontohan.
"Misalnya, daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi atau angka pengangguran yang tinggi akibat terdampak Covid-19 dan belum tersentuh bantuan pemerintah baik reguler maupun nonregular," katanya.
Baca Juga
Implementasi program Kartu Prakerja bagi calon pengantin menurut Satya perlu dipercepat lantaran jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 9,78 persen atau meningkat 0,56 persen poin dari September yang berjumlah 24,79 juta orang (9,22 persen).
Sedangkan jumlah angkatan kerja di Indonesia saat ini sebanyak 138,22 juta orang dengan jumlah pengangguran 9,77 juta orang (7,07 persen).
Walaupun demikian, Satya menegaskan implementasi program tersebut harus didahului integrasi dan sinkronisasi data calon pengantin tergolong miskin yang ada di Kementerian Sosial, Kementerian Agama, maupun Data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
"Apabila diperlukan misalnya Perpres, Permen, atau surat edaran bersama sebagai aspek legal maka ini harus disiapkan agar yang menjadi amanat dari Pak Menko terkait Kartu Prakerja bagi catin (calon pengantin) bisa segera diimplementasikan,” ujarnya.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Femmy Eka Kartika Putri menambahkan program Kartu Prakerja bagi calon pengantin merupakan salah satu bentuk antisipasi lahirnya bayi dalam kondisi stunting.
“Kita harus meyakini kalau kondisi ekonomi sudah baik, anak usia dini mendapatkan nutrisi yang baik, mereka akan tumbuh menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Maka itu, penting juga bagi kita untuk membekali calon pengantin dengan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, selain pemahaman agama dan pelatihan ekonomi melalui bimbingan pranikah,” tutur Femmy.
Pendaftaran program Kartu Prakerja untuk calon pengantin nantinya akan dilakukan secara daring maupun luring sesuai dengan aturan terbaru mengenai Kartu Prakerja, yakni Perpres 76/2020 dan turunan Permenko 11/2020 dan Permenker 17/2020.
Efektivitas
Program kartu prakerja untuk calon pengantin bukan berarti tidak mendapat kritikan.
Alih-alih meluncurkan program kartu prakerja bagi calon pengantin, pemerintah dinilai sebaiknya memperluas jangkauan penerimaan bantuan langsung tunai (BLT).
Pasalnya, dalam kondisi krisis seperti saat ini, bantuan tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat miskin maupun rentan miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
“Program Kartu Prakerja ini fokusnya kan bantuan untuk pelatihan pekerja atau kewirausahaan agar mereka bisa berkompetisi. Sekarang mereka dapat pelatihan, tapi siapa yang mau menyerap karena perekonomian atau dunia usaha kondisinya sedang terpukul,” ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira kepada Bisnis.
Selain itu, Bima menilai efektivitas program Kartu Prakerja berada jauh di bawah program bantuan sosial lainnya yang diluncurkan pemerintah seperti BLT Program Keluarga Harapan (PKH) dan BLT Subsidi Gaji.
Seperti diketahui, pendaftaran dan pelaksanaan pelatihan program kartu prakerja selama ini hanya dapat dilakukan secara daring.
Tentunya hal tersebut menjadi persoalan besar bagi masyarakat yang tidak memiliki akses internet, termasuk di antaranya yang tinggal di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
“Belum lagi biaya untuk beli paket internetnya untuk beli perangkatnya, jadinya makin tidak efektif” tegas Bima.
Setali tiga uang, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter A. Redjalam menilai program kartu prakerja untuk calon pengantin bukanlah jawaban untuk mencegah munculnya keluarga miskin baru apalagi mengentaskan masalah kemiskinan di Tanah Air.
“Pengentasan kemiskinan itu tidak bisa dilakukan hanya dengan bantuan sosial. Perlu program jangka panjang yang membuat masyarakat miskin atau rentan miskin punya peluang bekerja atau keluar dari kondisi keterpurukan mereka. Apalagi bantuan itu jangka pendek tiga bulan saja misalnya,” ujarnya.