Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Akui China Sebagai Ujian Geopolitik Terbesar Abad Ini

Amerika Serikat dan China berselisih mengenai pengaruh di wilayah Indo-Pasifik, praktik ekonomi Beijing, soal Hong Kong, Taiwan, dan hak asasi manusia di wilayah Xinjiang China.
Joe Biden (kiri) saat masih menjabat Wapres AS bertemu Presiden China Xi Jinping dalam satu kesempatan di Balai Agung Rakyat China di Beijing pada 2011./Antara/HO-China Daily
Joe Biden (kiri) saat masih menjabat Wapres AS bertemu Presiden China Xi Jinping dalam satu kesempatan di Balai Agung Rakyat China di Beijing pada 2011./Antara/HO-China Daily

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengakui "persaingan yang berkembang dengan China" sebagai tantangan utama yang dihadapi pemerintahannya sebagai "ujian geopolitik terbesar" abad ini dari negara Asia.

Penggambaran itu dipaparkan dalam dokumen setebal 24 halaman yang menguraikan kebijakan keamanan nasional Biden bersama dengan pidato kebijakan luar negeri pertama oleh Menteri Luar Negeri Antony Blinken.

"Ini adalah satu-satunya pesaing yang berpotensi mampu menggabungkan kekuatan ekonomi, diplomatik, militer dan teknologinya untuk meningkatkan tantangan berkelanjutan terhadap sistem internasional yang stabil dan terbuka," ujar Blinken menurut dokumen keamanan nasional AS tentang China seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Kamis (4/3/2021).

Dia mengatakan, bahwa dalam menghadapi tantangan dari China dan Rusia, militer AS akan mengalihkan penekanan dari "platform lama dengan sistem senjata yang tidak diperlukan lagi ke arah sumber daya untuk investasi dalam teknologi mutakhir.

Amerika Serikat dan China berselisih mengenai pengaruh di wilayah Indo-Pasifik, praktik ekonomi Beijing, soal Hong Kong, Taiwan, dan hak asasi manusia di wilayah Xinjiang China.

Pemerintahan Biden telah mengindikasikan secara luas akan melanjutkan pendekatan yang tegas terhadap China sebagaimana dilakukan oleh presiden Donald Trump, tetapi melakukannya dengan berkoordinasi dengan para sekutu.

"Hubungan kami dengan China akan kompetitif pada saat yang seharusnya, kolaboratif ketika bisa, dan bermusuhan ketika harus," kata Blinken pada sebuah acara di Departemen Luar Negeri.

“Menghadapi China "dari posisi yang kuat" membutuhkan penegakan nilai-nilai kami ketika hak asasi manusia dilanggar di Xinjiang atau ketika demokrasi diinjak-injak di Hong Kong. Karena jika tidak, China akan bertindak dengan impunitas yang lebih besar,” tambahnya.

Blinken mengatakan, dia setuju dengan tekad pendahulunya Mike Pompeo, bahwa genosida terhadap muslim sedang berlangsung di Xinjiang, tetapi tidak menggunakan istilah itu dalam pidatonya.

Aktivis dan pakar PBB mengatakan 1 juta muslim Uighur ditahan di kamp-kamp China, namun China menyangkal pelanggaran dan mengatakan kamp-kamp menyediakan pelatihan yang dibutuhkan untuk melawan ekstremisme.

Blinken juga berbicara tentang Iran, konflik di Yaman dan Myanmar sebagai tantangan potensial.

China adalah satu-satunya negara yang dikatakan sebagai salah satu dari delapan prioritas kebijakannya selain soal pandemi global, menangani perubahan iklim dan mempromosikan demokrasi di luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper