Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan keadaan Myanmar sudah mengkhawatirkan.
Menlu Retno menegaskan hal itu dalam pertemuan khusus menteri luar negeri Asean dan perwakilan Myanmar pada Selasa (2/3/2021).
Hal tersebut disampaikan Menlu Retno sebagai desakan kepada pihak militer Myanmar untuk menahan diri seiring dengan kekerasan terhadap pengunjuk rasa yang dilakukan pasukan pengaman hingga menewaskan 18 orang dan puluhan orang terluka.
“Situasi ini sangat mengkhawatirkan. Mengkhawatirkan karena meningkatnya jatuhnya korban warga sipil, yang harus kehilangan nyawa dan mengalami luka-luka. Mengkhawatirkan karena masih terus terjadinya penangkapan terhadap warga sipil,” ujar Menlu Retno.
Menlu Retno juga mengungkapkan situasi yang terjadi saat ini dapat mengancam keberlangsungan transisi demokrasi di internal Myanmar hingga perdamaian dan keamanan kawasan.
Melalui video conference, Selasa (2/3/2021) sore Menlu Retno bersama sembilan menlu Asean lainnya bertemu secara khusus untuk membahas perkembangan situasi di Myanmar.
Pertemuan ini dilakukan setelah Indonesia terus melakukan konsultasi ke negara-negara dalam kunjungan ke Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand serta komunikasi intensif secara informal.
Dalam pertemuan tersebut Menlu Retno mengungkapkan tiga isu utama yakni:
Pertama, pentingnya keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Myanmar menjadi prioritas nomor satu.
“Indonesia juga menekankan pentingnya akses kemanusiaan bagi semua orang yang memerlukan termasuk para tahanan politik. Indonesia yakin Asean akan dapat memainkan peran di dalam membantu keperluan kemanusiaan,” ungkapnya.
Kedua, pentingnya menghormati keinginan, kepentingan dan suara rakyat Myanmar untuk mewujudkan demokrasi.
Ketiga, perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan kawasan harus terus dijaga. Indonesia menekankan bahwa semua negara anggota Asean wajib menjaga situasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, pergolakan politik di Myanmar semakin memanas sejak unjuk rasa antikudeta.
Unjuk rasa dilakukan atas dakwaan tambahan terhadap pemimpin sipil Aung San Suu Kyi yang dapat membuatnya terkurung di penjara untuk waktu lebih lama.