Bisnis.com, JAKARTA - Kepala hubungan masyarakat untuk Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga mengundurkan diri setelah mengakui dia pernah ditraktir makan malam dengan biaya mencapai 70.000 yen (sekitar Rp9,38 juta dengan kurs Rp133,98/yen) yang dibayar oleh media.
Dilansir Independent, Senin (1/3/2021), Makiko Yamada baru-baru ini dimintai penjelasan oleh oposisi di parlemen tentang makan malam pada 2019. Dia bahkan telah dijadwalkan untuk menjawab lebih banyak pertanyaan pada hari ini.
Terkait traktir makan malam itu, Yamada sebelumnya mengatakan tidak ingat atau tidak sepenuhnya menyadari peristiwa itu.
Adapun, salah satu tugas Yamada sebagai kepala humas adalah memilih wartawan untuk mengajukan pertanyaan pada konferensi pers Perdana Menteri Yoshihide Suga.
Pihak media yang menraktir Yamada adalah Tohokushinsha Film Corp., perusahaan media yang mempekerjakan putra PM Suga. Hal itu lantas menimbulkan kecurigaan terhadap adanya kronisme di Jepang.
"Menerima makan dan minum yang mewah merupakan pelanggaran terhadap peraturan yang mengatur etika birokrat. Ada beberapa makan malam seperti itu yang diduga diterima oleh para pejabat kementerian, termasuk ongkos taksi," demikian laporan Independent.
Para birokrat kementerian lainnya yang dilaporkan pada jamuan makan malam itu telah dihukum. Presiden Tohokushinsha mengundurkan diri bulan lalu.
Juru bicara pemerintah Katsunobu Kato mengatakan kepada parlemen bahwa Yamada mengundurkan diri. Dia dirawat di rumah sakit selama dua minggu karena sakit dan tidak dapat menjalankan tugasnya, dan Suga menerima pengunduran diri tersebut. Namun, informasi terkait sakit yang diderita Yamada tidak diperinci.
Yamada pernah memegang pekerjaan birokrasi lainnya, termasuk di kementerian yang mengawasi telekomunikasi. Suga adalah seorang menteri di sana sebelum menjadi perdana menteri. Adapun, kementerian ini memiliki kewenangan untuk memberikan hak penggunaan bandwidth kepada lembaga penyiaran.
Kemarahan publik terhadap pemerintahan Suga telah meningkat di tengah skandal dan ketika Jepang terus maju dengan Olimpiade Tokyo meskipun ada pandemi virus Corona atau Covid-19.
Padahal, Yamada telah dilihat sebagai panutan kepemimpinan perempuan di Jepang, negara yang tertinggal dalam kesetaraan gender.