Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

El Clasico PDIP vs Demokrat, Isu Kudeta hingga Panas Dingin SBY-Mega

Seperti pertandingan el clasico, perseteruan antara SBY dan Megawati yang diikuti oleh para pendukungnya selalu menarik perhatian publik. Konflik antara dua tokoh politik itu menjadi yang terpanjang dalam sejarah politik Indonesia pasca reformasi.
Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono bertemu saat pemakaman Ani Yudhoyoni di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, Minggu (2/6/2019)./Istimewa
Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono bertemu saat pemakaman Ani Yudhoyoni di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, Minggu (2/6/2019)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Hubungan dua PDI Perjuangan (PDIP) dengan Partai Demokrat kembali memanas belakangan ini. Pemicunya adalah pernyataan mantan Sekjen Demokrat Marzuki Alie.

Seperti diketahui, Marzuki Alie, dalam sebuah kesempatan mengungkapkan pernyataan yang cukup kontroversial. Dia bilang, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY suatu kali pernah bicara kepadanya kalau Megawati Soekarnoputri kecolongan dua kali saat Pilpres 2004.

Pada tahun 2004 Megawati memang terlibat kontestasi dengan SBY. Mbak Mega mencalonkan diri sebagai presiden bersama tokoh NU, Hasyim Muzadi, sebagai wakilnya. Sedangkan SBY menggandeng Jusuf Kalla. Alurnya seperti banyak diketahui, Mega-Hasyim kalah dari pasangan SBY-JK.

“Pak SBY menyampaikan, Pak Marzuki, saya akan berpasangan dengan Pak JK. Ini Bu Mega akan kecolongan dua kali ini. Kecolongan pertama dia yang pindah. Kecolongan kedua dia ambil Pak JK. Itu kalimatnya,” kata Marzuki.

Syahdan, pernyataan Marzuki itu seperti memancing di air keruh. Dendam antara PDIP dengan Demokrat, yang bermula dari konflik antara Megawati dengan SBY 17 tahun silam, kembali mengemuka ke publik. Situasi makin riuh, setelah para politisi partai banteng dan demokrat saling berbalas kata membela tuan dan puannya.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, misalnya, dia menuding eks Menkopolhukam era Megawati itu telah mendesain suatu pencitraan untuk mengangkat popularitasnya. Apalagi, pada Pemilu 2004, ada kesan Megawati telah menzalimi SBY.

“Dalam politik kami diajarkan moralitas politik yaitu satunya kata dan perbuatan. Apa yang disampaikan oleh Marzuki Alie tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY," tegasnya.

Pernyataan pedas Hasto tersebut direspons oleh politisi Partai Demokrat, Andi Arief. Andi memang terkenal sosok yang ceplas-ceplos. Dalam cuitannya, Andi meminta Hasto tidak sembarangan bicara.

Dia menyebut bahwa pernyataan Marzuki Alie yang dipakai Hasto untuk menyerang SBY, sebagai statemen hantu. Alasannya, pernyataan itu mengarang bebas alias ngawur. “Lebih mengejutkan saya, ternyata dendam PDIP terhadap SBY karena sebagai menantu Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, Dendam idelogis?,” celetuknya.

Entah ada kaitan apa antara PDIP dengan Jenderal Sarwo Edhie. Sarwo Edhie adalah jenderal yang memimpin operasi penumpasan PKI, khususnya di Jawa dan Bali. Orang dekat Ahmad Yani. Sempat memiliki karir moncer di awal Orde Baru. Tetapi ujung-jungnya Sarwo Edhie juga harus di-“Dubeskan” oleh rezim daripadanya Suharto.

Apakah Andi sedang menuduh PDIP punya kaitan dengan PKI? Yang pasti dia tak menjelaskan secara detil kaitan itu. 

Politisi Asal Lampung itu justru menyarankan kepada Hasto supaya tidak membenturkan antara Megawati dan SBY. Sebab, menurutnya, keduanya memiliki jasa dalam sejarah politik Indonesia. “Kader Demokrat sejak lama didoktrin untuk tidak merundung mantan presiden,” tukasnya.

Tak sampai sejam, pernyataan Andi Arief itu segera direspons oleh Marzuki Alie. Marzuki yang juga kader senior demokrat itu merasa diperlakukan sebagai tertuduh, apalagi dia dibilang mengeluarkan statemen hantu.

Marzuki dalam cuitan balasannya mengingatkan Andi, sebagai kader senior, perjalanannya dengan SBY lebih bisa dipertanggungjawabkan. “Orang banyak mengira saya cari jabatan Partai Demokrat. Demokrat 2002 hadir di Palembang, Prof Subur BS, pakai ruang kampus saya, sebelum SBY gabung PD,” kata Marzuki merespons Andi Arief.

Terlepas dari bagaimana ujung perseteruan antara PDIP, Partai Demokrat, dan kader senior Demokrat. Konflik yang melibatkan ketiganya semakin meruncing, terutama pasca munculnya ontran-ontran Kudeta Agus Harimurti Yudhoyono dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat.

Jokowi dan SBY

Di sisi lain, usai isu kudeta yang menuduh adanya keterlibatan pihak istana dan orang dekat Presiden Joko Widodo, elit-elit Demokrat pro SBY kembali dibuat gerah dengan munculnya isu yang menyebut SBY mendukung pelaksanaan Kongres Luar Biasa. Jika itu benar terjadi, posisi anak mbarep SBY, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY bisa tergusur.

Namun sebelum kasus itu berkembang liar, AHY buru-buru membuat pernyataan. Tak seperti saat isu kudeta digulirkan, kali ini AHY lebih hati-hati. Dia juga memastikan bahwa Presiden Joko Widodo tak tahu menahu soal adanya gerakan tersebut.

AHY justru menuding kelompok gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD) sebagai otak dibalik kabar yang menyebut ayahnya menyetujui rencana Kongres Luar Biasa (KLB).

Dia bahkan mengatakan kelompok GPK-PD sengaja membawa-bawa nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menakut-nakuti kader Partai Demokrat agar bergabung dalam gerakan mereka.

Selain itu, nama Presiden Jokowi sengaja dibawa-bawa untuk memecah-belah hubungan baik yang terjalin dengan SBY. Padadal selama ini hubungan SBY dan Jokowi cukup baik.

"Terhadap hal itu, saya sudah mendapatkan sinyal bahwa Bapak Presiden tidak tahu-menahu tentang keterlibatan salah satu bawahannya itu. Ini hanya akal-akalan kelompok GPK-PD untuk menakut-nakuti kader," kata AHY dikutip dari siaran resminya, Kamis (18/2/2021).

AHY juga memastikan bahwa kabar yang mencatut nama SBY terkait persetujuan KLB itu adalah berita bohong alias hoaks.

Dia menegaskan bahwa SBY ada di pihaknya sebagai pemilik suara yang sah. Munculnya isu KLB, menurut AHY, dikarenakan GPK-PD telah membaca syarat melaksanakan KLB dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) yaitu harus mendapatkan persetujuan Ketua Majelis Tinggi Partai.

"Sebagai bentuk kewaspadaan kami, para pelaku GPK-PD telah membaca AD-ART yang telah kami sepakati bersama dan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM serta didaftarkan dalam Lembaran Negara, bahwa syarat untuk dilaksanakannya KLB harus mendapatkan persetujuan Ketua MTP," tegas AHY.

Wah jadi panjang ya, sepertinya sampai beberapa bulan ke depan, panas dingin hubungan PDIP, Demokrat, Jokowi, Megawati, dan SBY masih akan berlanjut. Sampai kapan ujungnya, ya belum tahu.

Mungkin nunggu Bu Mega dan Pak SBY duduk dalam satu forum untuk melupakan dendam masa lalu. Kalau belum, rakyat cukup menikmati tontonan gratis nan lucu para politisi Ibu Kota itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper