Bisnis.com, JAKARTA - Pengadaan vaksin mandiri atau vaksin gotong royong perlu direncanakan, dianalisa, dan dikaji secara matang dengan melibatkan banyak pihak.
Walaupun tujuannya baik demi percepatan vaksinasi dan mencapai target herd immunity, Epidemiolog dan peneliti pandemi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan ada potensi risiko yang harus dipertimbangkan.
Pertama, vaksin mandiri ini akan menabrak strategi yang sifatnya intervensi kesehatan masyarakat, antara lain melindungi lansia, orang dengan komorbid dan berisiko tinggi terinfeksi Covid-19 guna menurunkan angka risiko kematian.
Kedua, lanjut Dicky, ini akan melabrak pakem atau patokan data epidemiologi satu wilayah atau daerah. "Kemudian yang harusnya ada vaksin yang efikasinya tinggi bisa digunakan pemerintah untuk daerah yang serius pandeminya, jadi terbatas karena dipakai swasta," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (12/2/2021).
Paling dikhawatirkan yakni adanya tarik menarik kepentingan yang diperparah dengan faktor ekonomi. Apalagi vaksin mandiri diadakan di tengah situasi stok vaksin yang terbatas.
Dicky menjelaskan saat ini produsen vaksin di seluruh dunia berasal dari sektor swasta bukan dikoordinir negara. Dengan demikian yang terjadi mereka yang punya uang, mendapat jatah vaksin Covid-19 yang diinginkan.
"Makanya 80 persen dari stok awal habis di negara maju karena mereka dipengaruhi ekonomi juga. Negara maju bisa cash di depan saat itu," ujarnya.
Apabila vaksinasi mandiri dilegalkan, yang akan terjadi menurut Dicky adalah pengurangan dari alokasi untuk publik karena stoknya yang terbatas. "Jangankan kita, negara maju yang sudah pesan sekalipun bakal nggak kebagian," imbuhnya.
Hal lain yang bisa terjadi adalah adanya anggapan bisnis vaksin. Akan semakin banyak masyarakat yang tidak percaya vaksin karena marwahnya bukan lagi dalam pakem intervensi kesehatan publik.
Dampak lainnya karena diarahkan ke swastanisasi. Dicky memprediksi akan ada iklan yang mempromosikan vaksin dan melahirkan potensi orang yang mendapatkan vaksin sesuai yang dibutuhkan.
"Itu artinya mengurangi efektifitas strategi secara nasional, namanya swasta arahnya ke profit," imbuhnya.
Oleh karena itu, dia menilai ide ini menjadi sangat sensitif dan berpotensi kontraproduktif dalam program vaksinasi karena keterbatasan tersebut, kecuali ada akses vaksin baru yang tidak mengganggu jatah vaksin yang menjadi program pemerintah. "Kecuali vaksinnya bertambah, itu bisa," sebut Dicky.
Sebelum menyetujui vaksin gotong royong, juga perlu memperhatikan agar tidak ada diskriminasi vaksin yang sudah menjadi program pemerintah. Harus ada jaminan kualitas, stok, dan akses gratis vaksin tersebut.
"Itu harus dikemas dalam informasi komunikasi risiko yang tepat. Makanya jangan terburu-buru sebelum ini firm dan faktor-faktor tadi sudah dipertimbangkan," paparnya.