Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo: Vaksinasi Mandiri Mendesak untuk Percepat Herd Immunity 

vaksinasi mandiri atau gotong royong sangat dibutuhkan untuk mempercepat laju vaksinasi Indonesia yang saat ini terbilang lambat. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bloomberg laju vaksinasi Indonesia tercatat hanya 60.433 dosis setiap harinya. 
Layar menampilkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Layar menampilkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai upaya mempercepat realisasi kekebalan kelompok (herd immunity) di Tanah Air, pemerintah diminta untuk membuka keran vaksinasi Covid-19 mandiri atau gotong royong yang pelaksanaannya berjalan beriringan dengan program vaksinasi pemerintah. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menilai vaksinasi mandiri sangat dibutuhkan untuk mempercepat laju vaksinasi Indonesia yang saat ini terbilang lambat.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bloomberg, laju vaksinasi Indonesia tercatat hanya 60.433 dosis setiap harinya. Apabila tidak ditingkatkan, diperkirakan butuh waktu lebih dari 10 tahun untuk mencapai sasaran vaksinasi yaitu 70-85 persen dari total populasi. 

“Masyarakat yang punya kemampuan untuk membayar vaksin itu sebaiknya dibuka saja aksesnya untuk bisa divaksin secara mandiri atau gotong royong ini. Asal pemerintah itu mengontrol dari sisi harga dan proses distribusinya,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/2/2021). 

Dari sisi harga, apabila keran vaksinasi mandiri dibuka pemerintah tentunya harus menyiapkan harga eceran tertinggi (HET) yang nilainya tak memberatkan masyarakat. 

Kemudian untuk proses distribusi, diperlukan pengawasan penuh mulai dari negara asal atau produsen vaksin tersebut hingga sampai ke tangan penerimanya. 

Selain mencegah rusaknya vaksin Covid-19 saat proses distribusi, pengawasan juga penting untuk menghindari beredarnya vaksin palsu di Indonesia lewat vaksinasi mandiri. 

Pemerintah juga tak boleh luput melakukan pendataan siapa saja yang sudah menerima vaksin secara mandiri. Baik yang dilakukan secara kolektif oleh kelompok atau perusahaan tertentu maupun individu apabila nantinya diperbolehkan. 

“Menurut saya itu akan lebih cepat untuk mencapai target, daripada pemerintah terlalu rigid aturannya untuk vaksinasi diluar program mereka. Semakin cepat kita melakukan vaksinasi tren positif bisa menurun begitu juga dengan kematian,” tuturnya. 

Lebih lanjut, menurut Hariyadi dibukanya keran vaksinasi mandiri juga akan sangat membantu pemerintah untuk menekan anggaran pengadaan vaksin gratis yang mencapai Rp74 triliun. Vaksin yang digunakan oleh pemerintah saat ini adalah vaksin buatan Sinovac dengan harga di kisaran Rp200.000 per dosisnya. 

Terkait dengan program Vaksinasi Gotong Royong yang diinisiasi oleh pengusaha nasional melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Hariyadi menyebut masih dalam proses negosiasi dengan pemerintah. Namun yang jelas, dia berharap kesepakatan program tersebut jangan sampai memberatkan pemerintah atau pengusaha. 

“Jangan dibebankan sepenuhnya ke pengusaha secara paksa. Buat yang mampu saja atau nanti mekanismenya pengadaan dibagi dengan pemerintah. Pemerintah tetap punya tanggung jawab lewat vaksin gratis, ini opsional,” tegasnya. 

Terakhir, berkaitan dengan keterlibatan perusahaan swasta dalam pengadaan vaksin untuk vaksinasi mandiri, termasuk program Vaksinasi Gotong Royong Hariyadi menyebut pemerintah perlu mewaspadai keberadaan pemburu rente. 

Apabila nantinya sudah ada kepastian mengenai impor vaksin mandiri oleh perusahaan swasta, dia menilai pemerintah perlu memperhatikan rekam jejak perusahaan tersebut. 

“Jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang cari kesempatan. Masuk lewat perusahaan tidak jelas tahu-tahu impor vaksin untuk cari keuntungan. Ini perlu diwaspadai,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rezha Hadyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper