Bisnis.com, JAKARTA Para penentang kudeta Myanmar menyerukan lebih banyak aksi protes dan mogok kerja pada hari ini, Senin (8/2/2021), setelah puluhan ribu orang bergabung dalam demonstrasi akhir pekan menentang pencopotan dan penahanan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi seminggu yang lalu.
Aksi protes yang melanda negara itu kemarin adalah yang terbesar sejak Revolusi Saffron 2007 yang dipimpin oleh para biksu Buddha.
Mereka membantu mendorong reformasi demokrasi yang dipatahkan kembali oleh kudeta pada 1 Februari.
"Para demonstran dari setiap sudut Yangon, silakan keluar dengan damai dan bergabunglah dengan rakyat," kata aktivis Ei Thinzar Maung di Facebook, menggunakan jaringan VPN untuk menggalang pengunjuk rasa meskipun ada upaya militer untuk melarang jaringan media sosial.
Lokasi dan waktu pertemuan akan diumumkan kemudian, kata mantan pemimpin mahasiswa, yang muncul sebagai salah satu wajah gerakan protes baru.
Sejauh ini, pertemuan berlangsung damai, tidak seperti penumpasan berdarah selama protes luas sebelumnya pada 1988 dan 2007.
Baca Juga
Konvoi truk militer terlihat lewat ke Yangon pada Minggu (7/2/2021) malam, sehingga menimbulkan ketakutan sebagian warga.
Pemerintah mencabut larangan Internet selama sehari pada akhir pekan yang sebelumnya memicu kemarahan lebih besar di negara itu.
Ada kekhawatiran Myanmar akan kembali ke isolasi dan kemiskinan yang lebih besar sebelum transisi ke demokrasi dimulai pada tahun 2011.
Aktivis Maung Saungkha dan Thet Swe Win memposting di halaman Facebook mereka bahwa polisi telah mencari mereka di rumah mereka, tetapi mereka tidak ada di sana dan masih bebas.
Selain protes jalanan, kampanye pembangkangan sipil telah dimulai setelah para dokter dan diikuti oleh beberapa guru dan pegawai pemerintah lainnya.
"Kami meminta staf pemerintah dari semua departemen untuk tidak hadir bekerja mulai Senin," kata aktivis Min Ko Naing, seorang veteran demonstrasi tahun 1988 yang pertama kali membuat Aung San Suu Kyi menjadi terkenal.
Dia memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 karena mengkampanyekan demokrasi, dan menghabiskan hampir 15 tahun di bawah tahanan rumah selama beberapa dekade berjuang untuk mengakhiri hampir setengah abad pemerintahan militer.
Aung San Suu Kyi, 75, tidak dapat berkomunikasi sejak panglima militer Min Aung Hlaing merebut kekuasaan pada 1 Februari dini hari.
Suu Kyi menghadapi tuduhan mengimpor enam walkie-talkie secara ilegal dan ditahan di tahanan polisi untuk penyelidikan hingga 15 Februari.
Pengacaranya mengatakan, dia belum diizinkan untuk menemuinya.