Bisnis.com, JAKARTA - Cerita pilu penyintas Covid-19 dengan gejala berat datang dari Anggun Wibowo. Pria berusia 42 tahun itu harus berjuang melawan sakit saat menggunakan alat yang membantunya tetap hidup.
Dalam acara Mata Najwa di Trans7, Rabu (27/1/2021), Anggun mengaku memiliki penyakit komorbid berupa tekanan darah tinggi. Hal itu yang membuat Anggun harus dirawat di ruang insentive care unit (ICU) sejak 21 Juli hingga 5 Agustus 2020.
Awalnya, Anggun merasa hanya seperti flu biasa yang disertai badan pegal-pegal. Masih seperti layaknya flu, kemudian gejala lain yang timbul adalah demam, batuk, dan sakit tenggorokan.
Pria yang terkena Covid-19 dua kali ini mengatakan bahwa ia sudah mengonsumsi obat dari dokter untuk gejala flu. Namun, setelah tiga hari,kondisinya tidak kunjung membaik.
Anggun curiga dan memutuskan untuk memeriksakan keadaannya dan hasil tes laboratorium menunjukan positif Covid-19.
"Saya masih isolasi mandiri selama 3 hari, tapi tambah panas tinggi, batuk-batuk, mulai batuknya ada bercak-bercak darah. Terus mulai sesak napas," kata Anggun.
Anggun merasakan kondisnya semakin parah dan akhirnya memutuskan untuk mendapatkan pertolongan yang lebih intensif di rumah sakit.
"Sebelum dirawat, di-screening terlebih dahulu dan harus masuk ke ICU karena kondisinya cukup parah," cerita Anggun.
Dia melanjutkan kondisinya sempat membaik, tetapi kemudian memburuk hingga akhirnya harus berkenalan dengan ventilator.
Pria itu mengaku menggunakan ventilator adalah pengalaman yang berat bagi dirinya. Pasalnya menggunakan alat bantu napas tersebut adalah hal yang memiliki risiko, tetapi wajib untuk menunjang hidupnya
Anggun mengatakan dia harus dibius total sebelum pemasangan ventilator. Meski dibius total, dalam kondisi setengah sadar dia sempat melihat ada alat berbentuk cangkul kecil masuk ke dalam mulutnya.
Alat itu untuk membuka jalan selang masuk ke dalam lubang tenggorokan. Setelah itu, Anggun tidak sadar hingga 35 jam. Padahal, umumnya pasien akan sadar dalam waktu 12 hingga 17 jam.
"Saya nggak sadar samapi 35 jam, itu keluarga sudah kebingungan," ucapnya.
Namun rupanya penderitaan Anggun belum berakhir. Ventilator membuat dirinya tidak bisa berbicara. Dia merasa seperti kehilangan suara.
Bahkan, ventilator membuatnya kehilangan kemampuan meludah. Anggun pun harus pasrah merasakan sakit karena harus menggunakan alat bantu seperti pompa untuk mengeluarkan air liur setiap dua jam.
"Tiap kali perawat mau suction [pompa] selalu bilang tahan ya, pak, tahan, ini agak sakit memang," ujarnya.
Segala kondisi tersebut membuat Anggun meragukan kemampuannya untuk bertahan hidup. Dia tidak bisa bergerak, bahkan merebahkan badan atau sekadar memindahkan bantal harus meminta bantuan perawat.
"Mulai hari ketiga, keempat, sampai keenam itu sudah 'waduh, kayaknya saya nggak mampu karena sudah sakit, berat badan udah kayak nggak rasa, apalagi cuma bisa rebahan," ungkapnya.
Bukan hanya itu, Anggun juga mengatakan bahwa untuk makan juga harus disuntikkan melalui hidung.
Satu hal yang menguatkan Anggun, yaitu dukungan dan doa dari pihak keluarga dan para sahabatnya. Mereka berkomunikasi melalui panggilang video dan mengajak Anggun mengobrol, meskipun Anggun tidak bisa menjawabnya.
Selain itu, Anggun juga merasa kehadiran dokter dan perawat menjadi tambahan semangat untuknya dalam melawan Covid-19.
"Biasanya selain mereka ngasih obat, mereka kasih makanan, mereka ngajak bercanda, ngajak ngobrol walaupun saya nggak bisa balas. Kadang-kadang ayo foto, kita foto bareng," kata Pria yang kain bahwa Covid-19 harus dilawan dengan pikiran yang tenang.