Bisnis.com, JAKARTA - Terhitung 1 Januari 2021 lalu, pemerintah menerapkan penggunaan meterai Rp10.000. Namun hingga akhir tahun ini, pemerintah memastikan meterai Rp6.000 dan Rp3.000 masih bisa digunakan hingga stok yang ada habis dengan nominal minimal Rp9.000.
Direktorat Jenderal Pajak RI sebelumnya mengumumkan kombinasi penggunaan meterai Rp3.000 dan Rp6.000. Pertama, dengan menggunakan 3 lembar meterai Rp3.000. Kedua, menggunakan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 masing-masing satu lebar. Terakhir, menggunakan dua lembar meterai Rp6.000. Hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai.
Akhir-akhir ini, beredar selebaran digital di WhatsApp Group dan media sosial. Gambar atau flyer online tersebut menampilkan sembilan cara menempelkan meterai sesusai UU 10/2020.
Dalam flyer yang beredar, empat cara penempelan meterai dikategorikan benar atau bisa diterima secara legal. Sementara itu, lima cara menempel meterai ternyata salah atau tidak bisa diterima untuk dokumen resmi. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat akan menempel meterai, diantaranya posisi menempel, juga posisi tanda tangan dan/atau cap resmi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP RI Hestu Yoga Saksama angkat bicara terkait gambar atau flyer berisi cara menempel meterai Rp3.000 dan Rp6.000 yang beredar luas di WhatsApp Group dan media sosial. Menurutnya, selebaran yang tersebar luas ini sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan UU 10/2020.
Baca Juga
"Selebaran atau flyer online ini sudah bagus, tetapi ada hal-hal yang harus diperjelas," ungkap Yoga saat dihubungi Bisnis pada Kamis (21/1/2021).
Dihimpun dari selebaran dan keterangan DJP RI, berikut tata cara pemakaian meterai Rp3.000 dan Rp6.000 yang benar dan bisa diterima untuk dokumen resmi:
1. Posisi tidak bertindih yang bertujuan agar meterai terlihat utuh
2. Meterai ditempel sejajar vertikal atau horizontal
3. Kolom tanggal pada meterai diisi tanggal saat penggunaan meterai
4. Tanda tangan yang dibubuhkan harus menimpa seluruh meterai dan kertas
5. Cap bersifat opsional.
DOKUMEN TRANSAKSI SURAT BERHARGA
Melalui rilis resmi DJP pada 18 Desember 2020, Hestu juga mengumumkan bahwa bea meterai dikenakan atas trade confirmation (TC) tanpa batasan nilai nominal yang diterima investor sebagai dokumen transaksi surat berharga akan dikenai bea meterai Rp10.000 per dokumen.
Dokumen tersebut merupakan transaksi surat berharga, seperti saham, obligasi, dan lain-lain. Nantinya setiap transaksi saham, obligasi dan surat utang lainnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) akan dikenakan biaya Rp10.000.
"Pengenaan bea meterai akan dilakukan terhadap dokumen dengan mempertimbangkan batasan kewajaran nilai yang tercantum dalam dokumen dan memperhatikan kemampuan masyarakat," ucap Hestu, dikutip pada Selasa (12/1/2020).
Dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan kebijakan, maka lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan dapat memberikan fasilitas pembebasan bea materai.
"DJP sedang berkoordinasi dengan otoritas moneter dan pelaku usaha untuk merumuskan kebijakan tersebut," imbuhnya.