Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Daning Saraswati dalam perkara dugaan korupsi pengadaan paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat eks Menteri Sosial, Juliari P Batubara.
Selain Daning, KPK juga memeriksa dua saksi lainnya yakni Direktur Utama PT Hamonangan Mandala Sude Rangga Derana Niode dan Isro Budi Nauli.
Daning dalam catatan Bisnis adalah komisaris PT Rajawali Parama Indonesia. Dalam struktur perusahaan tersebut, Daning memiliki saham sebanyak 250 lembar atau senilai Rp250 juta.
Adapun dokumen perseroan yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemnkumham) mengungkap sejumlah kejanggalan terkait keberadaan PT RPI.
Pertama, dokumen itu mengungkap bahwa PT RPI baru mendapatkan pengesahan pada tanggal 4 Agustus 2020 atau didirikan saat pandemi dan pencairan program bansos berlangsung.
Pengesahannya dicatat oleh Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham dengan nomor SK Pengesahan: AHU-0037606.AH.01. 01.Tahun 2020.
Ada dugaan, perusahaan itu sengaja dibentuk untuk menampung proyek bansos di Kemensos. Apalagi, hasil penyidikan sementara KPK menyebutkan bahwa PT RPI diduga milik Matheus Joko Santoso, pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos yang ditangkap KPK.
Kedua, perusahaan ini hanya memiliki modal dasar senilai Rp500 juta. Padahal nilai proyek pengadaan paket bansos yang diberikan kepada tiga perusahaan, termasuk PT RPI nilainya yang nilainya mencapai Rp5,9 triliun.
Ketiga, struktur perusahaan itu bisa dibilang sangat ringkas atau sederhana. PT RPI hanya memiliki satu direktur dan satu komisaris. Direktur dijabat oleh Wan M. Guntar yang memiliki 250 lembar saham atau senilai Rp250 juta.
Belakangan diketahui, Wan M. Guntar tidak hanya menjabat sebagai Direktur di PT RPI. Sebab, dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK, dia justru disebut sebagai Direktur di PT Tigapilar Agro Utama.
Sementara itu, jabatan komisaris PT RPI dipegang oleh Daning Saraswati. Daning juga memiliki 250 lembar saham atau Rp250 juta. Menariknya, baik Wan M.Guntar dan Daning Saraswati masing-masing masih berusia 28 dan 27 tahun.
Kuat dugaan, dua nama itu sengaja dicantumkan sebagai nominee dari orang yang berkepentingan dalam permainan bansos di Kemensos.
"Memang ini yang akan kami dalami lebih lanjut. Pembuktian pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," kata Jubir KPK Ali Fikri belum lama ini.
Adapun dalam perkara ini, pada Kamis (14/1/2021) KPK juga telah memeriksa tiga saksi lainnya untuk tersangka Juliari P Batubara dan kawan-kawan, yaitu wiraswasta Muhammad Rakyan Ikram serta dua saksi dari unsur swasta masing-masing Helmi Rifai dan Raditya Buana.
Ali mengatakan saksi Muhammad Rakyan Ikram didalami pengetahuannya terkait perusahaan saksi yang diduga mendapatkan paket-paket pekerjaan bansos untuk wilayah Jabodetabek Tahun 2020 di Kemensos.
Selanjutnya, Helmi Rifai dikonfirmasi terkait proyek pekerjaan dan proses pembayaran dari pekerjaan yang diperoleh saksi sebagai salah satu distributor paket bansos wilayah Jabodetabek Tahun 2020 di Kemensos.
"Raditya Buana didalami pengetahuannya terkait adanya aktivitas penukaran uang dalam bentuk mata uang asing yang diduga untuk keperluan tersangka JPB," kata Ali.
Selain Juliari, KPK juga telah menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Van Sidabukke (HS) masing-masing dari pihak swasta.
Juliari diduga menerima suap senilai Rp17 miliar dari "fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 di Jabodetabek.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima "fee" Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus Joko Santoso kepada Juliari melalui Adi Wahyono dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari.
Untuk "fee" tiap paket bansos disepakati oleh Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket bansos.