Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat potensi penerimaan negara dari penegakan hukum di bidang perpajakan mencapai Rp20 triliun.
Potensi tersebut diperoleh dari tindak lanjut laporan hasil analisis dan pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga intelijen keuangan tersebut terkait dugaan tindak pidana pencucian uang di bidang perpajakan.
"Ini adalah hasil joint operation dengan Ditjen Pajak (DJP) dan Bea Cukai, khususnya terkait tindak pidana perpajakan," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae, Kamis (14/1/2021).
Dian menambahkan bahwa hasil analisa tersebut merupakan hasil positif di tengah kondisi sulit akibat pandemi Covid-19. Di sisi lain, pemanfaatan hasil analisis (HA) san pemeriksaan PPATK telah berhasil menambah pundi-pundi penerimaan perpajakan hingga Rp9 triliun.
"Ini adalah hasil positif, di tengah pandemi dan perubahan pola kerja yang sebagian dilakukan dari rumah," kata Dian.
Dalam catatan Bisnis, data selama Juni 2020, jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) perpajakan tercatat sebanyak 172 atau naik 67 persen dibandingkan dengan Juni 2019 yang hanya 103 kasus.
Sementara itu jika dilihat secara kumulatif selama semester 1/2020, jumlah LTKM terkait pajak sebanyak 793 atau naik 6 persen dibandingkan semester 1/2020 yang hanya 748 kasus.
Peningkatan jumlah LTKM ini terkonfirmasi dari kenaikan hasil analisis (HA) transaksi perpajakan dari 35 menjadi 50 atau naik 42,9 persen.
“Kami koordinasi terus dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak,” ungkap Dian.
Transaksi mencurigakan terkait pajak ini juga terus meningkat. Nilai penerimaan negara dari sektor perpajakan dari 2013 – 2019 tercatat senilai Rp8,07 triliun.
“Itu data statistik laporan transaksi yang mencurigakan. Belum tentu secara faktual akan menjadi kasus pidana,” kata Dian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel