Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelusuri kejanggalan pengadaan paket bantuan sosial (bansos) dengan memeriksa vendor yang ditunjuk Kementerian Sosial (Kemensos).
Sejauh ini KPK telah mengantongi 272 kontrak kepada vendor yang dintunjuk Kemensos untuk pengadaan paket bansos bagi rakyat yang terdampak pandemi covid-19.
"Pemeriksaan pengembangan pihak-pihak lain dipastikan juga akan dilakukan mengingat dalam kegiatan tersebut ada 272 kontrak dari anggaran sekitar Rp5,9 triliun," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (17/12/2020).
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengatakan bahwa penyidik saat ini masih mendalami vendor atau perusahaan-perusahaan yang menjadi penyalur bansos dari pemerintah untuk masyarakat.
"Siapa saja sih yang menjadi vendor-vendor yang menyalurkan sembako gitu kan, apakah mereka layak, artinya itu, memang dia punya usahanya itu, pengadaan sembako, atau tiba-tiba perusahaannya baru didirikan kemudian langsung dapat pengerjaan itu. Tapi kemudian dia (vendor itu) men-subkan ke pihak lain, dia hanya ingin mendapatkan fee, dan itu kan harus kita dalami," kata Alex kepada wartawan, Senin (15/12/2020) lalu.
Baca Juga : Sosok 'Swasta" di Balik Sunat Bansos |
---|
Hingga saat ini, terdapat 272 kontrak terkait pengadaan serta penyaluran paket bansos berupa sembako yang sedang didalami penyidik KPK.
Lebih lanjut, Ali mengatakan bahwa Penyidik KPK bakal fokus untuk melengkapi unsur pembuktian pasal-pasal yang disangkakan terhdap para tersangka.
Sebelumnya, KPK menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19
Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.
Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.