Bisnis.com, JAKARTA - Jepang telah melaporkan rekor jumlah kasus virus corona baru harian, yang mendorong para ahli kesehatan untuk mendesak warga agar tidak bepergian menjelang libur tahun baru.
Dilansir dari The Guardian, Kamis (10/12/2020) negara itu melaporkan 2.811 infeksi baru pada Rabu waktu setempat, serta rekor 555 orang dengan gejala Covid-19 yang serius. Rekor ini terlihat di 6 prefektur negara, termasuk tujuan wisata seperti Kyoto dan kagoshima.
Laporan dari kantor berita setempat menyatakan Tokyo mencatatkan laporan 572 kasus infeksi baru pada hari ini, angka harian tertinggi kedua sejak pandemi dimulai. Sebelumnya, Jepang mencatatkan rekor infeksi sebanyak 584 kasus.
Lonjakan nasional di Jepang, yang oleh para ahli digambarkan sebagai gelombang ketiga telah mendorong seruan kepada pemerintah untuk menghentikan program Go To Travel, yakni skema subsidi besar-besaran untuk mendorong pariwisata.
Hal tersebut lantaran potensi kenaikan yang lebih besar terkait jumlah kasus harian dapat meningkat menjelang akhir tahun, ketika banyak orang Jepang kembali ke kota asal mereka untuk menghabiskan Tahun Baru bersama keluarga.
Toshio Nakagawa, Kepala Japan Medical Association meminta agar masyarkat memikirkan kembali rencana untuk melakukan perjalanan dan liburan akhir tahun merujuk pada data kasus harian tertinggi tersebut.
Baca Juga
Shigeru Omi, yang mengepalai panel pemerintah tentang penanggulangan virus, menyarankan lebih jauh lagi. Menurutnya, pemerintah Jepang perlu menghentikan sementara kampanye Go To Travel.
"Lebih baik ditunda sekarang mengingat situasi saat ini. Pemerintah harus memulai kembali kampanye setelah jumlah infeksi turun, untuk mendapatkan pemahaman publik dan membantu perekonomian," katanya.
Sementara itu, pejabat mengklaim tidak ada bukti bahwa pariwisata telah berkontribusi pada penyebaran Covid-19 sejak skema itu diperkenalkan pada Juli lalu. Adapun, studi terbaru menemukan insiden gejala lebih tinggi terjadi pada orang yang ikut serta.
Survei daring terhadap lebih dari 25.000 orang dewasa menemukan bahwa 4,8 persen orang yang ikut kampanye Go To Travel mengalami suhu tinggi dibandingkan dengan 3,7 persen yang tidak terlibat.
Selain itu, orang yang mengikuti kampanye tersebut juga dilaporkan memiliki tingkat yang lebih tinggi untuk sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala, dan kehilangan indera perasa atau penciuman.