Bisnis.com, JAKARTA – Kembali ke sekolah jadi dilema di tengah pandemi karena berisiko tertular Covid-19.
Di sisi lain, bila tetap berada di rumah anak-anak murid, orangtua, guru sudah jenuh, bahkan makin stres dan justru tak bisa belajar mengajar.
Baru-baru ini pemerintah mengumumkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.
Dalam SKB tersebut, pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan kewenangan penuh bagi pemerintah daerah dan kantor wilayah Kemenag untuk menentukan izin pembelajaran tatap muka mulai semester genap tahun akademik 2020/2021, Januari 2021.
Pada dasarnya, kebijakan ini diambil menurut hasil evaluasi yang dilakukan bersama kementerian dan lembaga terkait, serta masukan dari para kepala daerah, serta berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan.
Katanya, walaupun pembelajaran jarak jauh sudah terlaksana dengan baik, tetapi terlalu lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka akan berdampak negatif bagi anak didik.
Baca Juga
Kendala tumbuh kembang anak dan tekanan psikososial, serta kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi juga turut menjadi pertimbangan.
Kesehatan dan Keselamatan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makariem mengatakan pemberian izin pembelajaran tatap muka dapat dilakukan secara serentak dalam satu wilayah kabupaten/kota atau bertahap per wilayah kecamatan dan/atau desa/kelurahan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Nadiem juga menyatakan bahwa prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 tidak berubah. Kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat tetap merupakan prioritas utama.
Mendikbud Nadiem Makarim saat kunjungan ke Nusa Tenggara Timur (NTT)./Istimewa
Oleh karena itu, meski pemerintah daerah diberikan kewenangan penuh, kebijakan pembelajaran tatap muka tetap dilakukan secara berjenjang, mulai dari penentuan pemberian izin oleh pemerintah daerah/kanwil/kantor Kemenag, pemenuhan daftar periksa oleh satuan pendidikan, serta kesiapan menjalankan pembelajaran tatap muka.
“Orangtua memiliki hak penuh untuk menentukan. Bagi orang tua yang tidak menyetujui anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, peserta didik dapat melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh,” ujar Nadiem.
Senada, kebijakan ini pun didukung oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Pelaksana Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo.
“Satgas Covid-19 mendukung SKB Empat Menteri dalam membuat ketentuan pembelajaran di masa pandemi ini karena banyaknya kendala pembelajaran jarak jauh (PJJ). Peta zonasi risiko dari Satgas Covid-19 Nasional tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka,” jelasnya.
Doni berharap ke depan, pemerintah daerah sebagai pihak yang paling tahu kondisi di lapangan, perlu mengambil peran dan kewenangan penuh untuk menentukan model pembelajaran yang paling sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Kebijakan ini adalah langkah yang sangat bijaksana.
Adapun, Menag Fachrul Razimendukung belajar tatap muka lantaran dinilai masih lebih efektif karena adanya ketimpangan kualitas sarana dan prasarana pendukung.
Tanggapan Orangtua dan Guru
Menanggapi hal tersebut, meskipun tak menampik sulitnya belajar mengajar di rumah, terutama bagi anak PAUD dan sekolah dasar yang umumnya belum bisa belajar mandiri, para orang tua dan guru ternyata tak ingin pemerintah buru-buru membuka sekolah.
Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) misalnya, meminta agar pemerintah tak buru-buru membuka sekolah sampai ada kepastian vaksinasi Covid-19.
Koordinator P2G Satriwan Salim mengatakan, setidaknya pemda dan sekolah agar melibatkan orangtua dalam memutuskan untuk membuka sekolah.
Seandainya, ada beberapa orangtua di sekolah yang tidak mengizinkan anaknya masuk, guru dan sekolah tetap wajib memberikan layanan pembelajaran kepada siswa tersebut, baik daring maupun luring.
"Sekolah juga tak boleh memaksa orang tua memberikan izin. Mendapatkan layanan pendidikan adalah hak dasar siswa," ujar Satriwan.
Lebih lanjut, P2G juga meragukan kesiapan sekolah untuk memenuhi syarat-syarat daftar periksa protokol kesehatan yang cukup detail. Kesiapan infrastuktur dan budaya disiplin masih belum maksimal dilaksanakan.
Secara umum P2G meminta kepada para Kepala Daerah, agar sekolah jangan dulu dibuka secara nasional, sampai vaksin Covid-19 sudah diproduksi, melalui semua tahapan uji coba, dan terbukti aman dan halal.
“Setelah prasyarat ini tercukupi, barulah sekolah bisa dibuka secara nasional bertahap,” ujar Satriwan.
Warganet mulai dari guru, orangtua, sampai dokter yang terpantau di Instagram juga banyak yang berat hati membawa anak-anak kembali ke sekolah walaupun berat juga apabila tetap belajar di rumah.
Akun seorang dokter @dr_samdisutanto misalnya, mengatakan bahwa baiknya anak-anak tetap belajar di rumah sampai kasus Corona benar-benar terkendali.
“Nooooo please jangan buka dulu,” tulis akun Instagram @tiko2326.
Akun @mas.ase juga mengatakan agar masyarakat tak menyerah dengan kondisi saat ini dan membiarkan anak-anak ikut kena risiko besar tertular Covid-19
“Agak gimana gitu yah.. selama 8 bulan ini mhn maaf harusnya bisa disesuaikan sini situ.. bukannya nyerah dan buka sekolah. Gak nutup mata, sekolah2 tuh yg bebal ga nyesuaikan dg kondisi belajar di rumah, makanya emak2 pada stress,” tulisnya.
Menurutnya, yang harusnya ditekankan bukan segera buka sekolah begitu saja karena memang tak yakin semua pihak akan patuh protokol kesehatan, apalagi anak-anak.
“Saya guru dan jujur ketar ketir jg kalau beneran Januari dibuka, kerja keras banget baik dr sisi sekolah maupun orangtua, apalagi kalau tingkat sekolah dasar,” tulis akun @gitawatimirah, seorang guru.
Dilema masuk sekolah lagi juga makin diperparah dengan tingginya catatan kasus Covid-19 di Indonesia yang sudah tembus 500.000 kasus.
Per Selasa (24/11/2020) terjadi peningkatan kasus positif sebanyak 4.192 kasus sehingga kumulatif menjadi 506.302 kasus. Sedangkan, kasus sembuh hanya bertambah 2.927 atau kumulatif 425.313, dan kasus meninggal bertambah 109 atau jika ditotal mencapai 16.111 orang.
Adapun, sampai 17 November 2020 tercatat sudah 50.790 anak dengan rentang usia 0-17 tahun terinfeksi Covid-19. Perinciannya 39.874 kasus dari usia 6-17 tahun dan 11.916 daru usia 0-5 tahun.
Sementara itu, sudah ada 238 anak yang juga harus berpulang karena terinfeksi Covid-19. Tingkat kematiannya sama besar dengan kematian orang dewasa usia 18-30 tahun di kisaran 0,46 persen.
Jadi, tepatkah sekolah kembali dibuka?