Bisnis.com, JAKARTA - Hari Guru 2020 dinilai dapat dijadikan momentum untuk peningkatan kapasitas guru yang kini melakukan pembelajaran jarak jauh atau PJJ menggunakan infrastruktur teknologi dan internet.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza menilai peningkatan kapasitas guru sangat mendesak untuk segera dilakukan. Pasalnya, kegiatan PJJ menimbulkan disrupsi yang besar di sektor pendidikan Indonesia.
"Banyak guru yang belum menguasai cara mengajar maupun menggunakan gadget dengan lancar di tengah suasana Belajar di Rumah (BDR). Fakta ini didukung pula oleh beberapa studi sendiri yang menyatakan bahwa kemampuan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) guru sangat tidak merata di berbagai daerah di Indonesia," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Bisnis pada Rabu (25/11/2020).
Di samping ketidakmampuan guru untuk mengajar siswa secara langsung, menurut Nadia mereka juga ditimpa beban tambahan, para guru harus memutar otak untuk mengajar anak didik mereka dengan cara lain, yakni dengan menggunakan bantuan alat teknologi komunikasi. Hal ini tentunya menjadi semakin menantang bagi para guru yang mengajar di daerah yang memiliki keterbatasan sinyal telepon dan internet.
“Guru-guru yang sebelumnya gagap teknologi dipaksa untuk menyesuaikan diri dalam waktu yang singkat agar dapat melakukan pembelajaran secara jarak jauh dengan lancar. Tidak hanya belajar secara daring, guru-guru yang berdomisili di daerah yang minim fasilitas komunikasi dan akses internet harus rela menempuh jarak yang jauh untuk mendatangi rumah siswa satu per satu untuk mengajar,” jelasnya.
Walaupun demikian, Nadia menyebut pandemi Covid-19 ini semakin memperkuat pentingnya peningkatan kapasitas guru agar mampu beradaptasi di tengah-tengah perkembangan sektor pendidikan yang semakin dinamis. Guru merupakan kunci pendidikan nasional. Satu guru yang berkualitas akan memberikan kontribusi yang besar dalam mencerdaskan anak bangsa.
Baca Juga
Oleh karena itu, di Hari Guru pada tahun ini pemerintah perlu menguatkan tekad untuk membenahi kualitas dan pengelolaan guru di Indonesia.
Tidak hanya kompetensi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang rendah dan belum merata, nilai rata-rata Uji Kompetensi Guru (UKG) masih sangat rendah. Khusus di daerah DKI Jakarta, kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru masih rendah.
Hal ini tercermin melalui nilai rata-rata UKG guru DKI Jakarta tahun 2019 yang berada di angka 54, menurun dari hasil tahun 2015 sebesar 62.58 (skala 0-100). Selain itu, masih banyak guru-guru yang belum disertifikasi. Berdasarkan data dari Ditjen GTK Kemdikbud per November 2019, sebanyak guru 49,4% guru SD, 40,9% guru SMP, 45,6% guru SMA, dan 58,2% guru SMK di DKI Jakarta belum tersertifikasi.
"Dengan adanya hasil UKG dan sertifikasi ini dapat disimpulkan bahwa program pelatihan dan evaluasi guru di Indonesia belum berjalan efektif," tegas Nadia.
Di samping persoalan kualitas, kesejahteraan guru merupakan permasalahan klasik yang belum dapat dipecahkan secara tuntas oleh pemerintah. Sudah bukan rahasia umum bahwa banyak sekali guru-guru, terutama guru honorer, tidak menerima gaji yang layak meskipun memiliki beban kerja berat.
Baru-baru ini, pemerintah membuka rekrutmen guru PNS melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) untuk tahun 2021. Guru honorer maupun guru yang saat ini tidak mengajar namun sudah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG) dapat mendaftar. Skema perekrutan guru PPPK ini dapat menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru.
“Rencana ini layak diapresiasi. Tentunya proses rekrutmen guru honorer harus transparan dan diarahkan untuk sejalan dengan kebutuhan pendidikan nasional,” ujar Nadia.
Salah satu tujuan rekrutmen guru dengan skema PPPK ini adalah untuk menutupi kekurangan guru yang menjadi permasalahan di hampir seluruh daerah di Indonesia. Berdasarkan data Kemdikbud, Indonesia mengalami defisit kurang lebih sebanyak 1 juta guru PNS. Kurangnya jumlah guru ini mempengaruhi kualitas layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik.
Meskipun seleksi PPPK ini sudah dilakukan pada tahun 2019, akan tetapi masih ada permasalahan dalam skema pengangkatan. Guru-guru yang lolos seleksi PPPK pada tahun 2019 harus menunggu lebih kurang 7 bulan hingga pemerintah memberikan kejelasan mengenai gaji dan tunjangan mereka melalui Perpres Nomor 98 tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Namun, kurang lebih 35.000 guru yang sudah lolos tersebut hingga sekarang belum juga memperoleh Surat Keterangan (SK) pengangkatan mereka. Nasib guru yang terombang-ambing ini tentu saja patut diperhatikan oleh pemerintah mengingat pemerintah akan melakukan seleksi yang sama di tahun 2021.
Disamping berbagai pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pemerintah, lanjut Nadia, Guru-guru memiliki tugas yang berat untuk mengembangkan diri mereka. Tantangan guru di masa depan bukan lagi hanya terkait dengan bagaimana cara mengajar di kelas, lebih dari itu, yang dapat beradaptasi dengan demand pendidikan yang akan terus berubah di masa yang akan datang.
Adanya pandemi Covid-19 ini mengajarkan bahwa guru-guru perlu memiliki nilai-nilai kemandirian, kemauan untuk terus belajar, berani berinovasi, dan fasih menggunakan teknologi untuk bisa mengikuti dinamika pendidikan yang terus berkembang.
Di Hari Guru pada tahun ini, Pemerintah harus perlu memiliki sistem yang komprehensif dan strategis dalam peningkatan kualitas dan pengelolaan guru di Indonesia. Tidak hanya untuk meningkatkan jumlah guru, namun juga meningkatkan kualitas dan kesejahteraan, serta keberlanjutan karir mereka dalam dunia pendidikan di Indonesia.