Bisnis.com, JAKARTA - Front Pembela Islam atau FPI dan Muhammad Rizieq Shihab atau Habib Rizieq belakangan ini menjadi bahan pembicaraan beragam kalangan.
Terlebih belakangan muncul sejumlah peristiwa seperti aksi penurunan baliho bergambar Rizieq Shihab, parkirnya kendaraan Koopsus di Petamburan, dan terakhirnya pernyataan keras Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurahman soal pembubaran FPI.
Terkait pernyataan Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman, pengamat Militer dari Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan bahwa Pangdam jengkel lantaran FPI tidak menjadi entitas organisasi masyarakat seperti yang diamanatkan dalam UU Ormas.
"Dia jengkel dengan situasi lantaran FPI tidak lagi menjadi entitas ormas sebagaimana di undang-undang ormas. Makanya dia menyampaikan itu karena kalau dia [FPI] berlebihan mendikte negara, mendikte pemerinfah, membuat gaduh, maka ada kewenangan dari pemerintah pusat untuk membubarkan," kata Muradi kepada Bisnis, Minggu (22/11/2020).
Menurut Muradi, pernyataan Pangdam adalah akumulasi kejengkelannya lantaran entitas FPI sebagai Ormas, tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh Pangdam.
"Ini langkahnya akumulasi, saya kira kok agak jauh nih, cuma dia menegaskan entitas FPI sebagai ormas," kata Muradi.
Baca Juga
Hanya saja, lanjut Muradi pernyataan FPI harus dibubarkan selayaknya tidak perlu keluar dari mulut Pangdam Jaya.
"Sebenarnya kalimat iru tidak perlu disampaikan kalau pangdam jaya tidak terlalu jengkel dengan situasi," ujarnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf menilai pencopotan baliho bergambar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shibab oleh TNI dan pernyaraan Pangdam Jaya agar FPI dibubarkan sebagai hal yang berlebihan.
Menurut Al Araf TNI adalah alat pertahanan negara yang dilatih dan dididik untuk menghadapi perang ketika ada anacaman dari luar.
"Penurunan baliho oleh angota TNI merupakan hal yang berlebihan dan tidak sejalan dengan UU TNI. Harusnya jika terdapat pelanggaran izin dalam penurunan baliho itu maka Satpol PP bisa diturunkan dan jika butuh bantuan bisa meminta bantuan kepada polisi untuk menurunkan baliho," kata Al Araf.
Al Araf mengatakan pernyataan Pangdam Jaya TNI Dudung Abdurrachman yang menyebut FPI harus dibubarkan juga berlebihan. Pasalnya, kata dia ruang penegakan hukum dan kamtibmas sepantasnya dilakukan oleh kepolisian.
"Upaya penanganan pengendalian situasi keamanan dan ketertiban masyarakat semestinya dilakukan oleh kepolisian. TNI belum bisa bertindak kalau tidak ada keputusan politik negara sesuai UU TNI. Dalam pasal 7 ayat 2 dan ayat 3 UU TNI, pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang hanya mungkin dilakukan jika sudah ada keputusan politik negara," ujarnya.
Menurut dia, dalam kerangka menjaga keamanan dalam negeri pelibatan TNI sifatnya hanya perbantuan ke polisi. Menurut dia, TNI tidak bisa bergerak sendiri, harus tetap dalam kerangka perbantuan ke polisi.
"Upaya penegakan hukum dalam menjaga kamtibmas oleh polisi tetap perlu di akukan secara proporsional dan profesional sesuai aturan hukum yang berlaku," pungkasnya
Sebelumnya, Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan FPI tak bisa seenaknya terkait pemasangan spanduk dan baliho di Ibu Kota. Dudung mengatakan jika diperlukan, pemerintah bisa membubarkan FPI pimpinan Rizieq Shihab.
"Kalau perlu, FPI bubarkan saja! Kok mereka yang atur. Suka atur-atur sendiri," kata Dudung usai Apel Kesiagaan Pasukan Bencana di Jakarta, Jumat, 20 November 2020.
Jenderal yang mulai bertugas di Ibu Kota pada Juli 2020 itu menyebutkan pihaknya gerah atas tulisan spanduk dan baliho yang bermuatan ajakan revolusi dan bersifat provokatif dari pimpinan FPI.
Jenderal bintang dua ini pun menyampaikan telah menurunkan perintah kepada anggota Kodam Jaya untuk menertibkan spanduk dan baliho bernada provokatif tersebut.