Bisnis.com, JAKARTA - Antropolog dari Universitas Indonesia (UI), Raymond Michael Menot, menilai para pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol menggunakan cara berpikir yang sempit.
Menurut Raymond, RUU Minuman Beralkohol mengabaikan aspek antropologis dan historis Nusantara.
"Mereka orang-orang yang berpandangan sempit dan tidak mengenal Indonesia," kata Raymond, Minggu (15/11/2020).
Raymond mengatakan, minuman beralkohol perlu dilihat dari berbagai aspek, mulai tradisi hingga ekonomi. Ia pun menilai naskah akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol tak memuat kajian komprehensif ihwal aspek-aspek tersebut.
Antropolog yang meneliti tentang minuman beralkohol ini mengatakan, minuman-minuman beralkohol yang ada di Tanah Air sudah ada sejak sebelum masuknya bangsa Barat.
Catatan tentang nama-nama minuman beralkohol terekam dalam berbagai prasasti kerajaan-kerajaan masa lampau.
Raymond menuturkan, tradisi minum alkohol menjadi salah satu cara masyarakat beradaptasi terhadap udara dingin atau berangin. Minuman beralkohol juga memiliki fungsi sosial dalam ritual adat.
Fungsi sosial alkohol terlihat pula dari kebiasaan minum alkohol secara bersama-sama atau komunal. Dalam ritus ibadah di agama Kristen, Katolik, dan Hindu, minuman beralkohol juga digunakan sebagai simbol darah Yesus atau sesaji untuk para dewa.
"Kalau bicara dari aspek itu semua, minuman alkohol itu tujuannya bukan untuk mabuk-mabukan," ujar Raymond.
Dia juga membantah klaim pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol yang mengaitkan alkohol dengan kriminalitas dan kematian.
Menurut Raymond, penelitiannya dengan kriminolog menemukan tak ada kaitan antara minuman beralkohol dengan kriminalitas. Terkait kasus kematian, Raymond mengatakan itu disebabkan oleh oplosan. \"Oplosan itu racun, jangan dikategorikan sebagai minuman," kata Raymond.